CERITA GURU

Kamis, 07 April 2016

Catatan dari Study Group - 2 April 2016



Study group kali ini benar-benar membuat kita melakukan refleksi! Membahas bukunya Steiner yg berjudul “The Education of The Child.” Meskipun baru bbrp halaman dari part 1 “The Education of The Child in the Light of Spiritual Science,” tapi pembahasannya sdh sangat seru! Kolaborasi diskusi antara pengajar di sebuah sekolah international, kepala sekolah dan guru di sebuah PG dan TK, mahasiswa S2 dan  S3 psikologi, mahasiswa S3 Fisika, dan orang tua ini benar-benar begitu kaya akan pemikiran-pemikiran dari berbagai perspektif. 

Setelah diskusi yg cukup menantang, kita bersenang-senang bersama benang dan jarum rajut...hehe...





Silakan disimak...
Permasalahan/krisis-krisis yg terjadi saat ini merupakan warisan dari generasi-generasi sebelumnya. Misal slavery yang pada jaman dahulu merupakan bentuk yg sebenarnya dari perbudakan manusia. Sampai sekarang perbudakan itu masih ada, dalam bentuk yang lain tentunya. Tidak sedikit orang yang mencoba mencari solusi terhadap permasalahan-permasalahan ini berdasarkan opini-opininya. Baik opini yg ekstrim (mencoba membuat perubahan yg revolusioner), moderate (menghargai apa yg ada tetapi mencoba membuat sesuatu yg baru berdasarkan kondisi yg ada), ataupun opini yang sifatnya konserfatif (menerima saja apa yg ada). Dan yg terjadi adalah banyak org yg mencoba memecahkan permasalahan-permasalahan ini tanpa benar-benar mengenali fondasi-fondasi kehidupan yg ada. Mereka hanya menyelesaikan permasalahan yg ada di permukaan saja, bukan inti permasalahannya. Yg diobati hanya gejalanya saja bukan penyakitnya. Dan seharusnya kita tdk merasa puas dg penyelesaian masalah yg hanya di permukaan saja. 

Note : saya jadi teringat dg sistem yang berlaku di masyarakat dan bagaimana orang menyikapi sistem ini dg cara yg ekstrim, moderate, dan konvensional. Terhadap sebuah sistem yang terbukti tdk efektif dan hanya memihak golongan tertentu saja, let say sistem pendidikan, maka sikap orang bisa ekstrim (berani menentang sistem tsb dan melakukan perubahan yg radikal), moderate (menghargai bhw sistem yg ada merupakan hasil sebuah proses perjuangan, namun mencoba memperbaiki sistem tsb), konservatif (menerima saja sistem yg ada...ya sudahlah maklumi saja, toh kalau dirubah jg belum tentu menjadi lebih baik). Daaannn kemudian ini akan diturunkan kpd generasi berikutnya. Jika yg diturunkan adalah pola konservatif, maka anak-anak kita akan menjadi generasi yang “yaaa..sudahlah maklumi saja...”  Wow! 

Lanjut yaaa....

Kehidupan secara keselurahan spt sebuah tanaman. Sebuah tanaman memiliki lebih dari sekedar apa yg terlihat dari luar. Sebuah tanaman jg memiliki tunas-tunas (benih-benih kehidupan) yg tersembunyi di dalamnya. Dan jika kita hanya melihat dari luarnya saja maka kita tidak akan mengetahui apakah tanaman ini akan berbunga atau berbuah? Bagaimana nanti bentuk/aroma bunganya/buahnya?  Yang akan mengetahui apakah tanaman ini akan berbunga/berbuah dan bagaimana bunga/buahnya adalah orang-orang yg telah mempelajari tanaman ini secara mendalam!



Kita semua sbg makhluk hidup, termasuk anak-anak kita memiliki bakal/benih masa depan/potensi. Tetapi bagaimana bentuknya, kita tdk tahu. Akan spt apa potensi itu kelak, kita tdk tahu, jika kita hanya melihat apa yg terlihat dari luarnya saja. Jika pada tanaman, tunas-tunasnya akan tumbuh sehat kalau tanaman ini ditanam di tanah yg subur, dirawat, cukup matahari dan air, maka pada manusia, potensi anak akan berkembang dg baik jika kita sbg orang tua dan pendidik memberikan lingkungan dan kesempatan pertumbuhan dan pendidikan yg sehat bagi anak kita. Bukan memprogram anak kita sesuai dengan keinginan kita! Nah loooo....

Lanjut yaaa...

Ketika kita mendengar kata spiritual maka seringkali yg terlintas dlm benak kita adalah religion. Apakah spiritual science sama dengan religion? Bisa ya dan bisa tidak. Bagi org yg memaknai religion "hanya sekedar" agama, maka akan ada perbedaan besar antara spiritual dan agama. Tetapi bagi orang yg telah mampu memaknai religion lebih dalam lagi, bukan sekedar ajaran-ajaran yang HARUS dipecayai karena kita "terlahir" dg agama ttt, maka antara keduanya akan ada keselarasan. Konsep spiritual adalah  konsep yg jauh lebih besar dari sekedar agama. Ketika kita memahami dan menjiwai betul nilai-nilai dari agama, maka nilai-nilai spiritual ini harusnya menjadi . jiwa dalam praktik beragama. Tetapi masalahnya adalah praktik beragama yg seringkali kita jumpai saat ini hanyalah merupakan ritual-ritual ataupun tindakan-tindakan yg  mementingkan diri sendiri. Nah lo.... Knp demikian? Karena apa yang kita tuju adalah bagaimana menyelematkan diri sendiri dan golongan-golongan tertentu di level kehidupan berikutnya. Maka berlomba-lombalah orang utk menyelamatkan dirinya sendiri dan golongannya tanpa memperdulikan the true esscense of the spritual yg seharusnya menjadi jiwa dan spirit yg mendasari religion. Dua kalimat ini mungkin bisa memberikan gambaran :

Religion gives you promises for the after-life
Spirituality gives you the light to find God in your inner self, in this life, in the present, in the here and the now
Silahkan direnungkan ya....

Spiritual Science is a way for one to develop their own personal relationship with the Divine AS WELL AS the relationship that exists between all things in existence. If peolple have knowledge of life, it is only out of life itself that they can they can take up their tasks.
Hal ini menjelaskan kpd kita bahwa spiritual science adalah juga mengenai hubungan kita dg alam semesta dan segala yg ada dan terjadi di dlmnya. Oleh karena itu sangat penting bagi kita untuk mempelajari segala yang ada dan terjadi dalam kehidupan ini, sehingga kita dapat mengerti tugas kita di bumi ini dan menjalankan tugas tersebut dengan kesadaran penuh tanpa suatu paksaan. Jika seseorang telah mampu utk "melihat" dan memahami kehidupan ini,  maka akan muncul kesadaran dari dlm diri org tsb, "tugas/peran apa yg akan saya lakukan di bumi ini." Bukan karena disuruh ataupun dipaksa. 

Naaahhh.... tahapan inilah yg seharusnya dilalui oleh anak-anak kita mulai dari mereka lahir di bumi ini hingga mereka dewasa. Pendidikan yang mereka terima harusnya merupakan sarana utk melihat, membaca, memahami, dan memaknai kehidupan. Pendidikan seharusnya memberikan kesempatan sebesar-besarnya kepada anak-anak utk mendapatkan pengetahuan dan pengalaman ttg kehidupan. Pendidikan seharusnya merupakan sarana utk  mempersiapkan anak-anak, sehingga ketika anak-anak ini telah dewasa, mereka punya KEBEBASAN utk memilih perannya di dunia ini.
Itulah mengapa dalam  konsep pendidikan Waldorf, yg diberikan kepada anak usia di bawah 7 th adalah hal-hal mengenai the goodness of this life, dan kemudian utk anak-anak usia 7-14 th, yg diberikan adalah the beauty of this life, sehingga ketika mereka berusia 14-21 th, mereka telah mampu mengambil keputusan dengan pertimbangan-pertimbangan mereka sendiri, mengenai the truth of this life. 

Sebagai pendidik, kalimat ini perlu kita ingat, "We shall not set up demands nor programs, but simply describe child-nature. From the nature of the growing and evolving human being, the proper viewpoint for Education will, as it were, result spontaneously."
Wow! Sptnya masih banyak PR yg harus dikerjakan oleh kita sebagai orang tua dan pendidik.  Dan diskusi ini masih akan berlanjut bulan depan yaaa...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar