Tiga minggu berlalu. Kami para guru menjalani ritme work from home. Senin membahas artikel dan ngobrol dengan para orang tua melalui zoom. Selasa membuat art work atau craft dan mengirimkan fotonya melalui email untuk diprint oleh para orang tua dan diperlihatkan pada anaknya. Rabu istirahat. Kamis ngobrol antar guru termasuk melakukan child study dan interview calon guru melalui zoom. Kami juga menulis surat untuk anak-anak dan mengirimkan foto surat untuk diprint dan dibacakan oleh orang tua pada anaknya. Jumat membuat tulisan seperti ini.
Artikel yang dibahas selalu membuka wawasan baru. Obrolan selalu seru. Foto arts, craft dan surat selalu mendapat tanggapan hangat dari para orang tua dan anak-anak. Para orang tua menceritakan anaknya yang minta dibacakan suratnya berulang kali. Beberapa anak mengekspresikan apa yang muncul di benak mereka akan sekolah dalam bentuk gambar. Permainan di rumah pun diwarnai dengan permainan dengan setting sekolah-sekolahan. Hal-hal seperti itulah yang kami dengar dari cerita para orang tua. Keterhubungan kami dengan anak-anak dan para orang tua terus terjaga. Kita semua bagai sedang menata selimut rindu. Membentangkannya dengan hati-hati, merapikan ujung-ujungnya yang bersudut, menariknya hingga ke ujung leher agar memberi kehangatan ke seluruh tubuh.
Sementara itu undangan pertemuan virtual dari sana dan sini untuk keperluan ini dan itu semakin kerap. Undangan mengisi atau menyaksikan obrolan live-pun berdatangan. Tak berbatas jarak. Kita dapat bertemu dengan orang-orang yang dulu sulit kita temui karena tinggal di kota atau negara yang berbeda. Tak ada kendala lalu lintas yang macet atau jarak yang jauh untuk menemui orang-orang di kota yang sama. Dan....tak berbatas waktu! Pertemuan virtual dapat dilakukan kapan saja sepanjang kita mau. Pagi, siang, sore atau malam hari. Hujan deras tak jadi penghalang. Belum mandi pun tak jadi masalah. Sambil masak, sambil mencuci pakaian atau menyeterika, menjadi mungkin untuk tetap dapat pergi secara virtual menghadiri sebuah meeting. Bahkan ada pula yang mengadakan pertemuan virtual sambil sarapan, makan siang, atau makan malam di hadapan layar dengan video on seakan sedang makan bersama-sama di satu meja. Pertemuan dan kebersamaan yang dulu seringkali terkendala, sekarang malah jadi pertemuan yang bisa dilakukan kapan saja kita mau. Namun kemudian mulai muncul agenda pertemuan virtual yang waktunya berbarengan. Itu mungkin sekarang yang menjadi kendala. Tetapi pertemuan virtual yang berbarengan waktunya bisa saja kita lakukan jika kita mau. Dulu kita tidak bisa datang ke tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, namun sekarang kita bisa hadir di tempat virtual yang berbeda dalam waktu yang bersamaan.
Aneh ya.... Entah apa yang aneh. Tapi saya merasakan keanehan itu. Dan diantara keanehan itu, saya merasakan keanehan yang lain. Aneh bahwa ternyata pertemuan virtual itu melelahkan. Bukan karena frekuensinya yang sering, tapi setelah saya selesai di satu pertemuan virtual, badan terasa letih sekali. Cukup lama saya berpikir (seperti biasa....kelamaan mikir...hehe). Mungkin ini penyebabnya. Etheric, astral dan I kita bekerja keras. Keras sekali. Kenapa? Karena physical body kita tidak hadir saat kita melakukan keterhubungan virtual. Empat indera dasar kita, yaitu movement, balance, life dan touch tidak berperan sebesar atau seaktif ketika kita melakukan interaksi langsung dengan orang lain. Kita duduk di hadapan layar, berbicara kepada layar, mendengar suara orang melalui earphone atau speaker komputer, bahkan kini ada istilah virtual hug. Semuanya membantu....sangat membantu di saat seperti ini. Tetapi di lain sisi, banyak sekali yang hilang dengan bentuk keterhubungan seperti ini. Ketidakhadiran kita secara fisik ternyata malah membuat kita letih! Membuat kita harus bersusah payah. Saya teringat pembicaraan dulu saat study group, bahwa physical body adalah kendaraan bagi etheric. Ketika kendaraan ini tidak hadir, dan tidak pula aktif berinteraksi melalui movement, balance dan touch, maka apa yang terjadi dengan etheric? Apa yang kemudian terjadi dengan astral dan I?
Aneh...dan menarik. Menarik untuk ditelisik lebih lanjut. Saat ini marilah kita membentangkan selimut rindu dengan hati-hati, merapikan ujung-ujungnya yang bersudut, menariknya hingga ke ujung leher agar memberi kehangatan ke seluruh tubuh. Hingga nanti suatu pagi kita terbangun dan melipat selimut itu dengan hati-hati, merapikan lipatan ujung-ujungnya yang bersudut, menyimpannya di sisi tempat tidur kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar