Rabu, 21 Desember 2016

WORKSHOP - Kekuatan Musik Dalam Kehidupan Anak

"Madu telah habis.
Kupu-kupu dan lebah senang di hati.
Berbagi madu berbagi ceria.
Bersama-sama bersuka cita."
Itulah lagu yang kami nyanyikan ketika anak-anak berebut mainan atau enggan berbagi.

"Taratatataaa...dududududuuuu...siapkan tanganmu. 
Rapikanlah mainannya simpan di tempatnya."
Itulah lagu yang kami nyanyikan ketika mengajak anak merapikan mainan.

"Kulihat awan seputih kapas.
Arak berarak di langit luas.
Andai kudapat kesana terbang.
Akan kuraih kubawa pulang."
Lagu itu kami nyanyikan ketika seorang anak tantrum atau ketika kami menghadapi keunikan dari seorang anak berkebutuhan khusus.


Musik adalah penyejuk jiwa. Musik adalah rangkaian kata dan melodi untuk menyampaikan pesan bukan dalam bentuk wejangan, suruhan, ataupun bentakkan. Musik adalah salah satu alternatif untuk membantu mengatasi masalah fokus pada anak.

Tangga nada pentatonik, mood of the fifth, alat musik yang dinamakan lyre mungkin merupakan hal-hal yang baru kita dengar yang ternyata berperan besar dalam kehidupan anak.

Februari 2017, bagi para orang tua, guru, psikolog, ataupun pihak lain yang berkecimpung dalam hal tumbuh kembang anak dan peduli pada musik anak, kita akan bersama-sama mempelajari lagu dan permainan anak, membuat lagu bagi anak sesuai dengan kebutuhannya, belajar memainkan alat musik lyre, konsultasi individu bersama dengan Gotthard Killian, seorang musisi dari Australia.



Info lain : email jagadalit.waldorfschool@gmail.com
WA : 082116595559 (Mela)
FORM PENDAFTARAN http://bit.ly/JA_WORKSHOPS

Minggu, 18 Desember 2016

Merayakan Perjalanan Mereka

Ketika kami merasa tangan, hati, dan isi kepala kami tidak mampu menuliskan apa yang telah anak-anak lalui dalam perjalanan mereka hanya dalam satu atau dua digit angka, abjad, ataupun simbol-simbol lainnya, ketika kami merasa tidak "berhak" menilai apa yang telah anak-anak lakukan, maka akhirnya kami "hanya" dapat bercerita mengenai perjalanan mereka. 

Cerita itu diawali dengan pertanyaan Ibu Manda, salah seorang guru di Klab Anak Rabu sekaligus juga tempat kami bertanya ini dan itu. "Apakah udah tau gimana kepengennya orang tua dalam menyikapi raport? Apakah raport ini sangat penting dan sangat besar untuk orang tua? Jadi bahan orang tua menilai anak dan menilai sekolah seperti secara tradisional rapotan di Indonesia selama ini? Atau apakah rapotan ini hanya pelengkap dari peralatan pendidikan anak? Merupakan hal yang penting tetapi tidak sangat penting." Pertanyaan dalam beberapa kalimat yang kemudian kami cerna sebagai "Apakah kita, pihak sekolah, menginginkan orang tua memandang raport itu sesuatu yang segalanya yang dapat menjadi alat untuk menilai anak?" Suara hati ini kemudian menjawab "Tidak." 

Maka kami merangkai ribuan kata dalam sebuah buku cerita perjalanan mereka. Buku ini dapat kami selesaikan dalam waktu yang tidak begitu lama, namun apa yang ada  di dalamnya diambil dari cerita yang kami buat setiap hari. Apa yang dapat kami lihat, dengar, rasakan, dan kami ingat setiap harinya. Buku ini dan semua yang dilakukan anak-anak kemudian menjadi sumber pembelajaran kami.  Dari anak-anaklah kami banyak belajar. Anak-anak adalah guru kehidupan bagi kami. 



“Where is the book in which the teacher can read about what teaching is? The children themselves are this book. We should not learn to teach out of any book other than the one lying open before us and consisting of the children themselves.”  
-Rudolf Steiner-

Maka jika kita mencari satu bentuk "penilaian" dalam buku itu, mungkin inilah yang dapat ditemukan, "Apakah kami memberikan lingkungan yang aman bagi anak baik secara fisik maupun psikologis? Apakah kami sebagai guru merupakan sebuah kurikulum? Karena anak akan meniru apa-apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan dari kami."

“You have no idea how unimportant is all that the teacher says or does not say on the surface, and how important what he himself is as teacher.” 
-Rudolf Steiner-

“You will not be good teachers if you focus only on what you do and not upon who you are.” 
-Rudolf Steiner-






























Buku ini dan beberapa hasil karya anak-anak kami bagikan untuk dilihat, dibaca, dan dijadikan bahan refleksi di rumah, karena kami berharap buku ini tidak semata menghasilkan komentar spontan berisi pujian berlebih, evaluasi, ataupun komentar spontan membanding-bandingkan anak, "waahh...liat temen kamu udah bisa gambar orang."  Kami ingin buku ini menjadi kenangan indah yang menggambarkan betapa besarnya perjuangan seorang anak dalam perjalanan hidupnya. 

Dan saat ini adalah saat untuk mensyukuri dan merayakan perjuangan mereka hingga sampai pada moment kehidupannya saat ini. "Memaknai Hari Kelahiran," itulah tema yang  kami ambil untuk moment ini bersamaan dengan kelahiran beberapa orang di Bulan Desember yang dalam perjalanan hidupnya dapat memberikan makna bagi kehidupan dirinya dan orang lain. Bersamaan juga dengan moment Hari Ibu di Indonesia. Betapa besar dan mulia perjuangan seorang ibu. Dan sebagai seorang ibu, ayah, ataupun guru, marilah kita membuka mata hati kita untuk merasakan betapa besar perjuangan seorang bayi di dalam kandungan, hingga ia menemukan jalan lahirnya, membuka matanya, menggerakkan tangan dan kakinya, sampai pada moment kehidupannya saat ini. 













Selasa, 22 November 2016

Birthday at Jagad Alit

Celebrating a birthday is a time-honoured ritual. It is a day to recognize our birth, and the ongoing biographical journey we undertake. It can be a time for reflection on the growth and change we have experienced over the past 365 days and perhaps, to make adjustments to our course. It can be a time to peer through the looking glass into the future. A birthday can act as our own personal ‘New Year’; a time to set goals for our dreams, quietly and unobtrusively. 











We try to create something more meaningful for children. A birthday celebration acknowledges that the child has willingly entered into this life contract with a preconceived purpose. It then becomes a chance to give support to and give gratitude to this brave individual as they navigate through the ups and downs of life. It is also a chance for us to see beyond the outer exterior of a person and fish a little deeper.











In every way the celebrations were a simple recognition of our ‘birth-to-earth’ day and the fact that we all as spiritual beings with an individual soul “come from the stars”. A crown and cape worn by the child for the entire morning highlighted the fact that the child was King or Queen for the day. Teachers adapted the rainbow bridge birthday story and made the story their own to adapt to their children.



















Rabu, 26 Oktober 2016

Public Talk hari ketiga



Coba bayangkan ketika kita memiliki 2 orang bos di kantor. Bos yang satu mememerintahkan kita melakukan ini dan bos yang lain menyuruh kita menyelesaikan itu. Apa yang kita rasakan? Apa yang kemudian akan kita lakukan?

Ayah/Ibu : Pake sepatunya, kamu sudah bisa pake sendiri.
Kakek/nenek : sini, kakek pakein sepatunya. kasian dari tadi ga selesai-selesai pake sepatu.
Ayah/Ibu : Kalau sudah selesai main, dibereskan ya
Kakek/Nenek : Ga apa-apa, biar nanti nenek yang bereskan
Ayah/Ibu : Kenapa belum tidur? Ko masih nonton TV?
Kakek/Nenek : Tadi disuruh tidur ga mau, biar aja dia nonton dulu sebentar

Apa yang dirasakan anak ketika dia menghadapi 2 orang atau bahkan mungkin 4 orang bos di rumah? Karena bisa jadi pola asuh antara Ibu, Ayah, Nenek, Kakek masing-masing berbeda. Apa yang kemudian dilakukan anak? Apalagi jika kita tinggal di rumah mertua. Apalagi jika kemudian suami berkata "aahh biarinlah, ga enak kan kita sama ibu bapak, gitu aja ko diambil pusing."

Sistem kekeluargaan di Indonesia membuat orang-orang terdekat seperti kakek dan nenek menjadi pemeran pengganti saat orang tua terutama sang ibu saat bekerja. Pengasuhan yang dilakukan kakek dan nenek sering disebut grandparenting. Bisa diartikan grandparenting adalah kesempatan kedua yang lebih besar atau hebat (grand) untuk menjadi orangtua (parent) “kembali”. Pola asuh yang berbeda antara orangtua dan kakek-neneknya akan membuat si kecil tidak memiliki pegangan atau patokan yang jelas bagaimana seharusnya berperilaku.

Selasa, 25 Oktober 2016

Public Talk Hari Kedua



Bayangkan ketika kita sedang santai di rumah atau sedang memasak atau sedang mengerjakan pekerjaan rumah lainnya, tiba-tiba datang seorang tamu yang belum kita kenal. Apa yang kita rasakan? Kita akan bertanya-tanya siapa tamu itu, ada keperluan apa, apakah maksud kedatangannya baik atau buruk? Kita merasa cemas, was-was, atau bahkan merasa tidak aman. Bisa jadi kita kesal karena merasa terganggu oleh kedatangan yang tiba-tiba saat kita sedang mengerjakan sesuatu. Dan kemudian di tengah-tengah pembicaraan dengan tamu tersebut, kita teringat akan masakan yang belum selesai, cucian yang masih menumpuk, kamar yang masih berantakkan.

Keadaan seperti itulah yang juga dialami oleh anak ketika kita tiba-tiba meminta anak yang sedang asik bermain, untuk membereskan mainannya karena harus segera tidur, membangunkan anak untuk segera mandi, ataupun mengajak anak ke sebuah tempat yang belum pernah ia kunjungi.

Ritme bukan merupakan jadwal kegiatan yang tersusun dari jam sekian sampai dengan jam sekian. Lalu apakah ritme itu? Mengapa kegiatan anak harus berselang-seling antara kegiatan yang sifatnya mengarah pada dirinya sendiri dan kegiatan yang sifatnya mengarah keluar dirinya? Apa kaitan ritme dengan anak yang tidak mau tidur sendiri, anak yang hanya menyukai jenis makanan tertentu, anak yang tidak mau main sendiri tanpa ditemani, anak yang rewel ketika pulang sekolah? Apa kaitan antara ritme dengan ADHD?

"You and I" situation yang akan disampaikan oleh Edith berjalan beriringan dengan mindfulness, "Sadar Penuh Hadir Utuh," yang akan disampaikan oleh Adjie Silarus. Bukan hanya pemberian materi, tetapi juga berlatih untuk menyusun sebuah ritme dalam keluarga.

Senin, 24 Oktober 2016

Public Talk Hari Pertama

“Kenapa aku ga boleh maen bola di dalem rumah, kalau di rumah nenek boleh..."
"Kok Aldi sama Mamanya dibolehin makan permen...kenapa aku ga boleh..,"
“Gak mau...aku ga mau mandiiiii...itu kakak juga belum mandi...”
“Aku ga mau makan...ga suka!”

Pernah dengar kata-kata seperti itu? Lalu apa yang kita ucapkan sebagai orang tua? "Ya udah...sekali ini aja yaaa..." Itukah yang kita katakan? Hmmmhhh...lalu apa yang terjadi?


Rabu, 19 Oktober 2016

Public Talk - Parenting



Oct 28
19.00-21.00
TALK WITH Edith Van der Meer
LOVING AUTHORITY AND DISCIPLINE
Raising a child in today’s world is increasingly difficult and a most formidable task.
Establishing clearly articulated and well considered expectations as well as firm boundaries are
a very necessary part of successful parenting. True freedom is only possible if there are boundaries and limitations.
So, what is a parent to do? How does one find balance and establish authority in such turbulent and uncertain times?

Oct 29
14.30-18.00
TALK WITH EDITH AND SHARING SESSION WITH Adjie Silarus
RHYTHM AT HOME
Rhythm plays an important part in building a predictable and secure environment.
Rhythms establish a foundation of cooperation and connection = You and I situation
This builds trust in the world and is of particular benefit to ARD/ADHD children

Oct 30
09.00-12.30
TALK WITH EDITH AND SHARING SESSION WITH Dira J Sugandi
Perhaps the most important part of being a grandparent is having a second chance.
Through the relationship with their grandchildren, grandparents can try and
do better some of the things they felt less happy about as parents.
However tensions are likely to arise between the different generations when the needs and wishes of grandparents and parents conflict.
10% reg fee disc bagi para orang tua murid Jagad Alit, member Klab Anak Rabu, dan member free parenting session dan study group (min kehadiran 5 kali pertemuan)