Minggu, 05 Juli 2020

Sampai jumpa lagi...

ditulis oleh : Bu Mela



“Teman baru dan teman lama... keduanya sangatlah berharga”

Kembali mengantarkan anak-anak kepada orang tuanya. Mereka akan melanjutkan perjalanannya ke jenjang berikutnya. Bahagia, haru rasanya. Waktu begitu cepat berlalu, melihat mereka dari chubby dan mungil hingga kaki dan tangannya panjang-panjang :D

Terima kasih tak terhingga untuk anak-anakku yang telah hadir di dalam hidupku, memberikan banyak pelajaran yang sangat berarti. Sangat bersyukur atas takdir-Nya yang telah memberikan kesempatan indah ini.

Sampai jumpa lagi kalian...
Selamat merayakan perjalanan...
Selamat melanjutkan petualangan...



Sabtu, 04 Juli 2020

Ruang

ditulis oleh : Bu Kenny

Kita hadir disini
Seluruh raga dari kepala hingga ujung jari kaki
Rasakan raga itu menampung jiwa dan diri yang hakiki

Penuh
Utuh

Hadir
Di sini



Sekarang, lihatlah diri lain di sisi kita
Lihat raganya
Dari kepala hingga ujung jari kaki
Jiwa dan dirinya yang hakiki

Ia memiliki sesuatu
Ia membawa sesuatu




Kita bersama berada dalam satu ruang
Sediakan satu tempat kosong di tengah-di tengah
Bayangkan tempat kosong itu ada di tengah-tengah



Di tengah-tengah saya dan engkau
Di tengah-tengah saya dan kalian
Tempat yang kosong



Letakkan diri saya di tempat kosong itu
Letakkan diri engkau, diri kalian di tempat kosong itu

Minggu, 28 Juni 2020

Menjelang Waktunya

ditulis oleh : Bu Mela


Tumbuh kembang anak-anak adalah hal yang tidak bisa dielakkan. Tidak terasa bulan Juli semakin dekat. Di mana beberapa anak-anak akan melanjutkan perjalanan ke jenjang berikutnya.



Rindu mendengarkan cerita dan celoteh polos dari suara kecil yang selama ini tak pernah ku dengar selama beberapa bulan. Menyenangkan. Aku selalu menikmati waktuku bersama mereka. Ngobrol sama anak kecil itu enak, lucu, santai tapi seru. Ngobrolnya ngalor ngidul, topiknya macam-macam dan tetap berimajinasi. Aku bisa bodor-bodor ga jelas ke mereka dan mereka tetap tertawa (mungkin mereka kasihan sama ibu mela hahaha). Kami pun saling mengimitasi. Aku mengimitasi sifat mereka: tidak dendam, mau menolong orang, kalo marah ga lama-lama dll. Begitu juga mereka juga mengimitasi kami: mencuci kain lap, menangkap ikan, membantu memasak dll.



Tahun ajaran yang berjalan sekarang sudah mau selesai. Seperti sepenggal lirik lagu Jagad Alit saat anak-anak hendak pulang ke rumah....



“Tiap ada datang

pasti ada pulang. 

Dengan hati lapang

esok kita jelang” 



Datang Kembali

ditulis oleh : Bu Irma




Kembali ku menyapa paginya
Kembali ku lihat rupa dan raganya
Kembali ku lihat polah dan tingkahnya
Kembali ku tersenyum karena celotehannya

Kembali suara riuh yang sempat hilang
Kembali bergoyang tangga gantung yang diam
Kembali berputar roda-roda di rerumputan
Kembali lagi suasana-suasana yang ku rindukan

Moment datang kembali ini sungguh berkesan
Syukur atas segala kesempatan yang diberi-Nya
Terimakasih telah datang kembali 

Sabtu, 27 Juni 2020

Mirror Neurons

ditulis oleh : Bu Kenny

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk pembelajar dan makhluk sosial. Setiap hari dalam kehidupan kita merupakan proses belajar. Mempelajari hal-hal yang baru ataupun mendalami hal-hal yang sudah kita ketahui untuk lebih memahaminya. Akhir-akhir ini  cukup sering orang mengadakan sesi web seminar atau diskusi yang bertema nafas, makan, regulasi emosi, pendidikan anak ataupun tema-tema lain yang berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari yang sebenarnya sudah kita ketahui, namun kita belajar lagi untuk lebih memahaminya. Sebut saja tema tentang makan. Secara teknis tentu saja kita sudah mengetahui bagaimana caranya makan. Tetapi kita merasa perlu mendalaminya untuk memahami bagaimana cara makan dan makanan apa yang akan menyehatkan tubuh kita. Topik mengenai mindful eating dan berbagai macam bentuk diet merupakan dua topik tentang makan yang tampaknya sekarang sedang diminati banyak orang. 

Pada proses belajar ini, kita mendengarkan materi yang dipaparkan. Menariknya, pemberian contoh-contoh terutama contoh kejadian yang benar-benar pernah dialami sendiri oleh pembicara menjadi semacam afirmasi terhadap sebuah teori. Apalagi jika disertai dengan sesi berbagi pengalaman dari para peserta. Saya teringat ketika mengikuti sebuah sesi berbagi dimana pembicara menceritakan pengalamannya melakukan suatu teknik pernafasan dengan menghirup dan menghembuskan nafas melalui hidung, dimana posisi lidah ditarik dan menempel pada langit-langit mulut. Hingga sekarang cara bernafas seperti ini selalu saya lakukan. Mengapa saya bersedia melakukannya? Pertama, dari penjelasan yang didukung oleh media visual berupa gambar dan video, dan didukung pula oleh pengalaman pembicara, saya berpikir bahwa cara bernafas seperti ini masuk akal untuk dikatakan cara bernafas yang lebih sehat. Kedua, setelah saya berpikir bahwa hal tersebut masuk akal, saya merasa yakin dan ingin mencobanya. Ingin meniru apa yang dilakukan pembicara. Ketiga, setelah saya mencobanya, saya merasa nyaman dan yakin untuk terus melakukan cara bernafas seperti ini.

Proses belajar orang dewasa melalui tahapan mencerna di kepala, baru kemudian merasa yakin atau bersimpati, baru kemudian melakukannya. Setelah melakukan, muncul rasa nyaman, dan kemudian kembali lagi dicerna di kepala bahwa apa yang kita lakukan merupakan hal benar atau tidak. Peranan prefrontal cortex pada otak, yang sebagian fungsinya adalah untuk berpikir, merencanakan, dan membuat keputusan, memegang peranan penting dalam proses ini. Selain itu ada bagian lain dalam otak kita yang juga cukup memegang peranan penting, yaitu mirror neurons. Penelitian mengenai mirror neurons masih terus berlangsung, namun dikatakan bahwa  mirror neurons membentuk dasar mekanisme inti untuk belajar dan pertumbuhan dari mana fungsi lain bercabang. Salah satu fungsi ini adalah tiruan (imitasi), kemampuan untuk mereplikasi perilaku yang diamati.



Pada anak, terutama pada tujuh tahun pertama kehidupannya, proses belajar dilakukan dengan cara meniru. Mulai dari seorang bayi dapat melakukan diferensiasi gerakan sampai ia dapat berjalan dengan ritmis. Mulai dari tangisan, lalu bubbling, sampai akhirnya ia dapat menggunakan kata-kata. Pernahkah kita memberi tahu secara verbal bagaimana caranya mengangkat kaki, berapa jarak kaki harus direntangkan saat berjalan, bagaimana tangan harus diayunkan, saat seorang anak belajar berjalan? Pernahkah kita memberi tahu secara verbal seberapa besar mulut harus dibuka atau bagaimana lidah harus digerakkan saat anak mulai belajar berbicara? Kita memberitahu dengan cara memberikan contoh baik secara sadar maupun tidak sadar. Mirror neurons anak yang kemudian mengambil peran meniru (imitasi).




Berbeda dengan proses belajar orang dewasa, proses belajar anak di usia tujuh tahun ke bawah melalui tahapan melakukan, merasakan, baru kemudian terjadi proses berpikir sesuai dengan kemampuan berpikir pada usianya. Mengapa demikian? Secara naluri dan fitrah anak adalah bergerak untuk membuat anggota tubuhnya berfungsi, sehingga kebutuhan anak adalah untuk menggerakan anggota tubuhnya terlebih dahulu sebelum memfungsikan otaknya. Gerakan-gerakan anak terjadi secara tidak sadar. Mirror neurons anak bekerja meniru gerakan tanpa proses cernaan di kepala yang sebagian dilakukan oleh prefrontal cortex. Tidak heran jika anak meniru suatu gerakan ataupun perbuatan yang menurut kita tidak layak untuk ditiru. Bagi anak, semua yang ia lihat adalah hal yang baik karena prefrontal cortex-nya belum berfungsi.

Manusia adalah makhluk pembelajar dan makhluk sosial. Mirror neurons akan bekerja lebih intens ketika lebih banyak orang-orang di sekeliling kita melakukan tindakan atau perbuatan yang berpola sama. Kebiasaan 'latah' meniru apa yang orang lain lakukan. Sistem mirror neuron menyediakan salinan tindakan yang diamati, dan menafsirkannya sehingga dapat dipergunakan dan dapat diproses untuk penyimpanan memori. Mungkin kita pernah mengalami ikut-ikutan membeli suatu barang yang sedang trend. Pada orang dewasa, hal ini dapat dikendalikan jika kita lebih sadar untuk mengaktifkan prefrontal cortex. Namun pada anak, hal ini tidak berlaku. Pernahkah kita lihat suasana bermain yang demikian riuh tak terkendali ketika ada beberapa orang anak yang berlari-larian, berkejar-kejaran, dan berteriak-teriak? Sebaliknya, pernahkah kita lihat suasana bermain yang pasif dimana beberapa anak diam saja saling mengamati?



Meskipun penelitian mengenai mirror neuron masih terus dilakukan, namun setidaknya kita dapat memikirkan bagaimana perbuatan dan tindakan kita dapat ditiru oleh anak-anak. Itulah sebabnya mengapa kita layak untuk terus berusaha menjadi orang yang sepatutnya ditiru oleh anak-anak.


"Because of mirror neurons, 
you’re children pay more attention to what you do 
rather than what you say. "

Minggu, 21 Juni 2020

Sebuah Perjalanan

ditulis oleh : Bu Irma

"Sekarang lampunya merah. Kita berhenti dulu ya" ujar sahabatku.

"Setiap perjalanan sama. Ada waktunya untuk berhenti, berjalan lebih lambat, berjalan lebih cepat, atau mempertahankan kecepatan. Biar selamat sampai tujuan" lanjutnya.

"Temponya diatur ya berarti, soalnya ga semua rintangan di jalan bisa dilewati cepat. Kalau di lampu merah malah tancap gas, bisa tamatlah kita sebelum sampai" sahut ku menanggapinya.

Kami tersenyum bersama dan hening beberapa saat. Perkataannya di jalan saat itu membuatku merenung. Pikiran ku tak tertahan pergi menjelajahi perjalanan hidup ke masa yang lalu. Membayangkan masa-masa dimana aku pernah menjalaninya dengan tempo-tempo tertentu itu.

Pernyataan bahwa hidup adalah sebuah perjalanan nyatanya benar. Ada destinasi yang akan dituju. Perjalanan tidak akan berhenti hingga sampai ke tempat tujuan.  Ada lika-liku jalan yang harus dilewati, ada rambu-rambu yang harus diperhatikaan dan ditaati. Saat kita tak mampu membaca arah mencapai tujuan, seringkali kita tersesat. Namun saat bisa kembali dari jalan yang salah, kita bisa lebih tahu dan membedakan mana jalan yang benar dan salah, lalu mengantisipasi agar tak tersesat lagi. Itulah mengapa kita perlu belajar, karena untuk sampai tujuan perlu ilmu. Sudah baca peta saja masih suka tersasar. Bukan salah petanya, namun yang baca petanya kurang ilmu buat memahami arahnya. Semua manusia ingin perjalanannya sesuai dan sampai tujuan dengan selamat. Namun kita harus ingat juga, banyak perjalanan seringkali berakhir tidak selamat.

Setiap langkah yang kita lalui bisa jadi pembelajaran. Contohnya perjalanan singkat yang kulalui hari itu. Bisa begitu bermakna jika dihayati. Mungkin bisa menjadi hikmah yang dapat merubah arah perjalanan ku hingga sampai di tujuan yang diinginkan. Tikungan, tanjakan, turunan, atau lurusnya jalan bisa jadi menyenangkan. Seperti naik Roller Coaster. Sesekali kita teriak namun hati terdalam kita tetap bahagia menikmatinya. Sabar dan syukur adalah kunci perjalanan terasa lebih nikmat. Begitu janji Allah bagi hamba-Nya yang terus sabar dan bersyukur.

Semoga kita semua mampu melawati semua jalan yang belum dilalui. Semoga perjalanan yang telah lalu dapat menjadi bekal untuk dapat melawati jalan yang ada di depan dengan lebih baik. Semoga kita semua sampai di tujuan dengan selamat dan mendapat kebahagian bersama kelak. 

Sabtu, 20 Juni 2020

Pentingnya Ritme

ditulis oleh : Bu Mela

Selama WFH pastinya punya ritme yang baru juga. WFH pun selesai, kami kembali datang ke sekolah dengan penyesuaian waktu jam kerja mulai dari 3 jam, 4 jam, lalu 5 jam. Penyesuaian itu perlu. Ritmeku berubah total dan perlu menyesuaikan lagi dari awal secara perlahan. 

Terasa sekali perbedaannya antara ritme selama WFH dan setelah kembali datang ke sekolah. Selama WFH aku hampir selalu tidur di atas jam 11 malam. Normalnya, jam 9 malam aku sudah berada di atas kasur dan siap untuk tidur. Makan malamku selama WFH setelah jam 8 malam. 

Normalnya, sebelum maghrib atau paling lambat sebelum jam 7 malam aku sudah selesai makan malam. Secara perlahan aku mengubah jam-jam itu menjadi lebih cepat dari ritme WFH dan akhirnya kembali normal. Entah sensitif atau apa, tapi terasa sekali perbedaannya. Bagiku yang usianya hampir menginjak kepala 3, ritme ini penting sekali. 

Jadi terbayang...bagaimana pentingnya ritme untuk anak-anak. Kita kalau ritmenya berantakan aja, hidupnya (atau perasaannya) jadi tidak tenang, tak menentu. Bagaimana dengan anak-anak ya?

Jumat, 19 Juni 2020

Inner child

ditulis oleh : Bu Kenny

Bagi kita, kalian para orang orang tua, guru, siapa saja, termasuk saya, yang telah hidup puluhan tahun di dunia ini yang masih memiliki sisa luka batin.

Sebuah dongeng dari saya teruntuk kalian dan saya ....



Pada suatu hari. 
Di masa yang lalu, kini, dan nanti. 
Suatu ruang kecil nyaris tak terlihat. 
Teronggok sebuah peti besi tertutup rapat. Terkunci. 
Mahluk kecil terperangkap di dalamnya. Tertidur tak bergeming. 
Lengan dan kakinya mengkerut melindungi dirinya, bagai seorang bayi 
di dalam ruang peranakan sang Ibu. 

Sebuah goncangan mengejutkannya. Lalu ia kembali tertidur. Tak bergeming. 
Sebuah goncangan datang lagi. Kejutan yang membuatnya terjaga. 
Lalu ia kembali tertidur. Tak bergeming. 
Sebuah goncangan datang lagi. Kejutan yang membuatnya terbangun, meronta, berusaha untuk keluar dari dalam peti besi yang tertutup rapat. 


Terkunci. 
Memerangkapnya





Sungguh gaduh suaranya menggedor-gedor peti besi. 
Ku menghampirinya sambil menggenggam kunci emas kecil. 
Ku cari lubang kuncinya. Ku masukan kunci emas ke dalam lubang itu. 
Kuputar perlahan lalu kubuka tutup peti besi itu hati-hati. 

Mahluk kecil itu menyerbu keluar. Kuterperanjat sejenak. 
Namun kubiarkan saja ia berteriak-teriak, berdentum-dentum 
menikmati kebebasannya tak terkendali. 
Kupejamkan mata sambil mengatur nafas. 




Ku hampiri ia perlahan. 
Ia tercenung. 
Kubelai rambutnya. 
Kusentuh pipinya. 
Kugenggam tangannya. 
Kurangkul ia. 
Dan ku berkata lirih 
“Ku tau kau ada di sini.”








Sabtu, 13 Juni 2020

Dari Hati ke Hati

ditulis oleh : Bu Irma

Ada yang bilang kehidupan itu ada di hati Jika hati sudah mati, maka hidup tak lagi berarti
Jika hati dapat memberi arti
Maka harus dijaga jangan sampai mati
Bukan hanya menjaga hati diri sendiri
Namun semua insan yang punya hati
Apalagi bagi yang sudah memberikan hatinya
Bukan hanya dijaga, tapi dihargai dan disyukuri
Karena apa?
Karena ia sudah bersedia membagi kehidupannya untuk hidup orang lain.


Hati berada di tempat yang tersembunyi
Tak tampak, abstrak, dan sulit ditebak
Hanya hati dengan hati yang mampu mengungkap
Apa yang tak dapat terucap
Hingga pengertian dan penghargaan pun muncul tanpa paksa
Menjadikan hidup damai terasa
Menambah syukur atas segala nikmat-Nya yang tak terhingga

Jumat, 12 Juni 2020

Tak Kenal Maka Tak Sayang

ditulis oleh : Bu Mela

“Tak kenal maka tak sayang” sebuah ungkapan klasik yang sering kali aku dengar. 
Untuk kesekian kali aku mengalaminya. 
Saat kamu sayang dengan seseorang, pasti kamu sudah mengenalnya. 
Saat kamu mengenalnya, maka kamu menjadi sayang padanya. 
Sayangi orang-orang yang ada di sekitarmu, hargai dirinya, empati terhadapnya. 
Dan lihatlah apa yang akan terjadi....  

Kamis, 11 Juni 2020

Rupa Cinta

ditulis oleh : Bu Kenny

Jika aku bicara tentang cinta

Maka aku sebenarnya tak mengerti apa itu cinta

Jika aku melakukan sesuatu atas nama cinta

Maka aku sebenarnya tak memiliki cinta

Jika aku memejamkan mata

Setengah tertidur setengah sadar

Maka cinta kan datang

Dalam segala rupa



Jumat, 05 Juni 2020

Laku Sebuah Ilham

ditulis oleh : Bu Kenny

Sinar bulan pemberi terang
Angin bersilir sang juru bisik
Bintang gemerlap penghias malam
Menghantar ilham tak berpawang yang hilir mudik

Saya bukanlah pawang ide. Buah pikiran dari sebuah pohon yang tumbuh subur karena alam semesta dan Penciptanya. Inspirasi yang muncul dari orang-orang di sekeliling. Ilham yang datang dihantar bulan, angin, dan bintang di malam hari.  Dan ketika pagi merekah hingga senja tiba, mentari adalah juru masak sang buah pikiran. Bagi segala gemerlap alam semesta karunia Yang Maha Kuasa, maka laknat dari sebuah kutukan tak kan mempan. 

Hari Rabu tanggal 3 Juni pukul dua siang. 
Terhidang sajian indah sepenuh hati. 
Hasil dari sebuah ide tak berpawang. 
Wujud upaya banyak tangan kanan dan kiri




Kami berkumpul dalam sebuah ruang virtual yang lapang. Pinjaman dari seseorang yang berhati lapang. Dari sekitar 250 orang yang menyatakan ingin hadir, sekitar 170 orang dari berbagai daerah di Indonesia dan negeri seberang dipertemukan dalam sebuah ruang pertemuan yang bertajuk "Menjadi Seorang Guru Waldorf." Lima orang guru menghantarkan sajian yang memiliki ciri khas cita rasa dari sekolahnya masing-masing. 



Moderator : Nanda
Host : Andina
Co-host : Ari & Iwan


"Memahami suatu filosofi bukan berarti menelannya bulat-bulat sebagai sebuah dogma. Keterbukaan kita untuk mempelajari kehidupan merupakan jalan pembuka bagi kita untuk mendekati sebuah kebenaran yang hakiki." - Kenny, guru Jagad Alit Play & Kinder di Bandung -

"Saya merasa diperlukan keterbukaan untuk menggali lagi, belajar lagi. Bukan hanya tentang anak-anak tapi juga mengajari diri sendiri....Dengan belajar, saya merasa sedikit demi sedikit bertumbuh bersama anak-anak. Jadi bukan saya yang mengajari anak-anak, tapi saya yang banyak belajar dari anak-anak. Satu mentor pernah mengatakan You have to have something to be able to give. Apa yang bisa saya berikan..... Memberi menurut saya bukan apa yang saya inginkan sebagai orang tua, orang dewasa atau guru ingin berikan, tapi lebih kepada apa yang anak-anak perlukan."- Puspa, guru Madu Playhouse di Ubud Bali -

"Yang sangat berkesan bagi saya menjadi guru Waldorf adalah di persiapan dirinya.... Kalau kamu terpanggil, kamu harus bersedia untuk merubah dirimu (untuk menjadi a person of initiative, interested in every facet of life, never compromise with untruth and always be fresh, never sour)." - Erika, guru TK Arunika di Bandung -

"Pertemuan dengan Kulila, perjalanan saya sampai dengan hari ini bisa dibilang life changing experience karena aku merasa belajar Waldorf itu tidak hanya belajar bagaimana mendidik anak, tapi bagaimana kita mengenal diri kita, bagaimana kita menjalani kehidupan. Selama ini, anak-anak itu mengajari saya bagaimana menahan diri, tidak reaktif dalam menanggapi sesuatu. Saya juga belajar untuk bersyukur di setiap harinya. Ketika di Kulila, saya belajar menikmati keindahan yang ada di sekitar. Dan saya merasa betul ketika keindahan itu hadir di dalam diri saya, rasa syukur seketika hadir. " - Okta, guru Playgroup dan TK Kulila di Yogya -


"Saya background-nya  belajar psikologi klinis anak di Unpad, jadi rasanya pendidikan Waldorf itu benar-benar memanusiakan manusia, menurut saya....holistik...memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan usianya, respect pada anak....pada fase mana anak itu berada. Semua berdasar kebutuhan perkembangan anak itu sendiri."- Demira, guru SD Madu di Ubud Bali -


Sebuah dongeng manis menutup ruang pertemuan kami kala senja kan bergulir malam. Menanti kembali hantaran bulan, angin malam dan bintang. Bagi hadirnya kembali sebuah ide tak berpawang. Dalam segala gemerlap alam semesta karunia Yang Maha Kuasa, dimana laknat dari sebuah kutukan tak kan mempan.







Rekaman zoom meeting Menjadi Seorang Guru Waldorf
Kanal youtube Waldorf Indonesia


Kembali "Normal"

ditulis oleh : Bu Irma

Hari ini akhirnya datang. Hari yang mungkin ditunggu banyak orang dan didoakan. Momen ini disebut-sebut sebagai Normal Baru, dimana kami beraktivitas kembali seperti biasa dengan cara yang baru, yang perlu disesuaikan dengan kondisi saat ini.

Setelah lebih dari 3 bulan kami melaksanakan ritme baru, yaitu ritme "di rumah aja" kerja di rumah, berdiskusi dari rumah, berkarya di rumah, dan segala halnya di rumah, tentunya perlu adaptasi kembali saat harus beraktivitas kembali ke luar rumah. Butuh persiapan baik lahir dan juga batin untuk menghadapi keadaan ini. Hal-hal apa saja? Mari dijabarkan. 

1. Membuat ritme baru
Seperti awal saat pandemi terjadi, kali ini terjadi lagi. Rasanya kita harus semakin membiasakan diri untuk cepat beradaptasi di tengah kondisi yang banyak ketidak pastian seperti saat ini. Ritme tidur hingga tidur kembali perlu di persiapkan dan diatur lagi agar semuanya tetap berjalan baik. Waktu tidur yang mungkin bergeser ke pertengahan malam harus di ubah lagi agar waktu istirahat tetap tercukupi. Jika waktu masak dan bebersih rumah di pagi hari, mungkin bisa bergeser ke sore hari. Perlahan saja dan lakukan saja. 

2. Perlengkapan Diri
Ini penting. Di saat seperti ini memang perlu persiapan lebih. Sebelumnya aku tipe yang santai, jarang bawa perlengkapan diri. Tas dengan isi dompet dan hp rasanya sudah cukup :D. Saat seperti ini perlu sekali perlengkapan diri. Minimal masker, hand santizer/sabun  dan sarung tangan harus ada di dalam tas. Perlengkapan lain seperti botol minum, tempat makan, baju ganti, face shield, dll juga bisa disiapkan jika memang diperlukan. Banyak anjuran protokol kesehatan yang telah beredar yang dapat diikuti.

3. Setting mindset
Ini penting banget. Saat keluar rumah perlu pikiran yang positif dan yakin. Selain ikhtiar secara lahir, secara batin pun sangat perlu. Doa meminta perlindungan kepada Sang Pencipta dan yakin dengan segala ikhtiar yang dilakukan akan baik-baik saja. 

4. Beretika dan saling menjaga
Ini juga harus diperhatikan. Tentu rasanya senang sekali dapat kembali berkumpul, bertemu, bersosialisai secara langsung. Namun mari kita saling menjaga untuk tetap aman bagi diri dan juga orang lain. 

Empat hal tersebut pula yang sedang kami pikirkan untuk dapat mewujudkan momen "Kembali Bersekolah", bukan hanya kami yang kembali tapi anak-anak juga. Tentunya hal ini tidak mudah. Di tengah pandemi dimana setiap orang punya standar keamanan, kondisi kesehatan, situasi lingkungan yang berbeda atau latar belakang pemikiran lain yang berbeda. Bismillah, semoga kami dapat dengan bijak mengambil langkah untuk kebaikan bersama. Bantu kami juga ya untuk mencapai hal itu :). 

Kembali...

ditulis oleh : Bu Mela

Setelah hampir tiga bulan tidak menghirup udara Bandung selain bagian Utara, akhirnya kemarin merasakannya. Selama ini perjalananku hanya sekitar Dago (Superindo, Borma). Ga lebih dari itu. Kembali menaiki jembatan Pasupati, menuruninya lalu kembali melewati Jl. Dr. Djunjunan. Seperti biasa...kalau melewati jembatan Pasupati aku selalu melihat ke arah kanan karena terdapat dua gunung (entah gunung apa namanya) yang kadang terlihat jelas, kadang tertutup awan. Kemarin terlihat jelas bentuknya :) 

Motor suamiku melaju lebih cepat dari biasanya. Sepi sekali. Masih lebih ramai jalanan di sekitar Dago. Banyak yang sepedahan dan lari pagi. Motor dan mobil juga lebih banyak yang berlalu lalang. 


Kembali ke daerah Pasteur, melewati Jalan Babakan Jeruk. Sepi juga. Tampak hanya beberapa orang saja. Tiba di sekolah. Kembali menginjakkan kaki di halaman bermain. Yang pertama kuhampiri adalah pojok kebun. Melihat pohon-pohon yang tadinya pendek dan daunnya belum begitu banyak. Sekarang sudah tinggi dan daunnya lebat sekali. Pohon arbei yang tadinya tingginya ga sampai selututku sekarang sudah hampir sedadaku sepertinya 😅 bunga telang ada dimana-mana, bunga alamanda dahannya semakin tinggi dan bunganya banyak sekali, pohon bunga kamboja daunnya semakin besar sekali, pohon sawo daunnya semakin lebat, pohon pisang daunnya banyak sekali dan sangat besar!  Rumput di halaman bermain juga yang tadinya gundul di beberapa bagian, sekarang sudah tumbuh lagi dan hijau. Sejuk rasanya. Alhamdulillah. Semuanya sehat, semuanya menghirup udara yang semakin segar karena minim polusi selama pandemi ini. Memang berkah. Alhamdulillah....

Jumat, 15 Mei 2020

Orang Paling Berharga dan Berjasa

ditulis oleh : Bu Irma

Semenjak ngajar anak-anak rasanya banyak sekali belajar. Belajar langsung dari mereka. Aku si orang "dewasa" yang lebih banyak pake kepala buat hadapi ini dan itu. Suka bertanya-tanya kenapa dulu orang tua ku begini dan begitu.

Dari situ ku banyak cari tau, banyak diskusi, banyak merenung. Oh dulu mungkin ini alasan orang tuaku melakukan ini dan itu, mencoba memberi kasih sayangnya yg begini bukan begitu, dan lain-lain yang membuatku sadar dan lebih bersyukur atas mereka yang dikaruniakan-Nya untukku.

Terimakasih ibu bapa yang selalu berusaha memahami aku. Terimakasih para orang tua telah mengizinkan anaknya untuk ku banyak belajar dari mereka.
Hingga kapanpun mereka orang paling berharga di hidup ini.


Puisi tentang mereka:

Renung ku mengarah pada sosok istimewa
Ia tampan dan cantik jelita
Bagai pangeran dan putri raja

Tak kusangka raganya bak batu karang,
ombak apapun di hadang
berkali-kali dihantam tak pernah geram

Hatinya entah emas atau berlian
Bisa-bisanya kau indah sekali?
Di dalamnya ada tulus yang tak bisa di hapus
Menjadi sumber kekuatannya selama nafas berhembus

Aku ini manusia beruntung
Ada kepala mereka yang penuh data tentang cara membahagiakanku.
Ada hatinya yang penuh doa dan cinta untukku
Ada raganya yang sibuk memenuhi kebutuhanku dan melindungiku
Namun gilanya, kadang aku masih merasa fakir dengan semua itu 
Terhitunglah dosa demi dosa pada catatan amal ku
Bagai rekening hutang yang harus ku tebus

Ketika ku dengar bahwa lantunan doa yang hanya terucap di 5 waktu sholat tak cukup tuk menembusnya,
ku sadari itu memang tak akan pernah cukup
Tak Mungkin Cukup!
Kau bayar dengan harta dan dunia seisinya pun tak akan setara dengan nilai perlakuannya

Ya Allah jadikan kami hamba yang pantas menembus segala kebaikan mereka dan bawalah mereka yang bernama ibu dan bapak di sisi terbaik Mu
Di Jannah Mu
Aamiin

Rejeki yang Selalu Ada

ditulis oleh : Bu Mela

Tiap hari Senin adalah jadwal kami ngobrol-ngobrol bersama orangtua via zoom. Kemarin ga ada topiknya, ngobrol bebas yang berakhir dengan ngobrol feedback tentang ritme WFH kita selama ini dan tentang kegiatan dan bagaimana anak-anak di rumah. Senang rasanya mendengar feedback dari para orangtua. Ceritanya beda-beda banget, terdengar menyenangkan dan seru! Ternyata...... apa yang dibuat oleh guru-guru sangat dinanti oleh anak-anak :)

Bersyukur sekali berada di lingkungan seperti ini, di kelilingi oleh orang-orang baik yang saling mendukung. Rejeki ga melulu soal materi tapi kesehatan, teman baik, lingkungan yang nyaman merupakan salah (banyak) rejeki yang Allah kasih ke kita. Jangan pernah khawatir ga akan dapat rejeki. Dari salah satu kajian yang aku dengar, ustadznya bilang bahwa rejeki ga akan pernah habis selama kita hidup hingga kita meninggal nanti. Semua sudah diatur, baik yang kecil mau pun yang besar. Maka sebenarnya rasa kekhawatiran akan ga dapat rejeki itu adalah sia-sia. hehehe. Saatnya bersyukur yang banyaaaakkk..... yuuuu....

Kamis, 14 Mei 2020

Pusat Lingkaran

ditulis oleh : Bu Kenny

Ketika kita menggambar sebuah lingkaran. Dimulai dari satu titik dan akan berakhir di titik yang sama. Saat kita menggambar satu lingkaran yang sama berulang kali, seakan titik awal dan titik akhirnya menjadi tak kasatmata. Setiap titik pada sisi lingkaran dapat menjadi awal dan akhir. Sebuah rasa hadir. Rasa menyatu. Semua titik menyatu dan berbaur. 

Ketika kita menggambar satu lingkaran yang sama berulang kali, maka kita akan semakin merasakan kehadiran titik pusat lingkaran. Titik pusat ini pun tak kasatmata. Imajinasi kita yang dapat menghadirkannya. Sebuah rasa hadir. Rasa menyatu. Berpusat pada satu titik yang sama. 

Daya imajinasi pada satu titik pusat yang sama akan memungkinkan kita untuk menggambar lingkaran-lingkaran lain yang lebih besar atau lebih kecil dari lingkaran sebelumnya. Beberapa lapis lingkaran yang ukurannya berbeda-beda namun bentuknya sama. Sebuah rasa hadir. Rasa menyatu. Berlapis namun semua berada pada satu lingkaran yang besar. Semua berpusat  pada satu titik pusat yang tak kasatmata. 

Kini cobalah (atau bayangkan) masing-masing dari kita adalah titik-titik sebuah lingkaran. Berdiri melingkar...membentuk lingkaran. Lalu bersama-sama bergerak ke samping. Lalu cobalah (atau bayangkan) masing-masing dari kita bergerak maju mendekati titik pusat. Dan kemudian bergerak mundur menjauhi titik pusat.



Kita dengan berbagai perbedaan. Dalam satu lingkaran. Berbaur. Ketika kita bergerak, apa yang dapat menjaga bentuk lingkaran menjadi satu lingkaran yang sama dan tak terputus serta tetap berpusat pada satu titik imajiner? Apa satu titik imajiner itu? 

Niat.... Niat yang tulus. Dari sanubari. Dari nurani. Dari nurani yang tak pernah berpihak pada siapapun. Nurani yang suci yang sejatinya dimiliki setiap insan. Berasal dari Yang Maha Pencipta. Bergandengan erat menjaga sang nurani berada di pusatnya. 


Catatan :
Lihatlah proses menggambar anak. Bentuk awalnya adalah scribbles. Titik datang dari arah atas luar. Lingkaran sembarang atau spiral scribbles terbentuk. Wujud lingkaran makin nampak. Lalu sekitar usia tiga tahun, satu titik tampak di tengah lingkaran. Menakjubkan!








Jumat, 08 Mei 2020

Memang Berbeda

ditulis oleh : Bu Mela

Semalam aku melihat bulan yang sangat indah. Cahayanya sangat terang, bulat utuh dan begitu dekat dengan atap rumah. Bulan penuh pertanda memasuki pertengahan bulan. Tak terasa Ramadhan sudah setengah jalan. Setelah menjalani setengah perjalanan di bulan Ramadhan ini, memang terasa sangat berbeda. Sepi sekali. Jauh dari keluarga. Biasanya kalau awal Ramadhan aku berkumpul bersama keluarga. Aku dan keluargaku tinggal di kota yang berbeda. Untuk mengobati sedikit rindu, tiap hari kami selalu video call, terutama saat waktu sahur dan berbuka puasa. Terima kasih teknologi! 


Awalnya aku merasa khawatir & cemas saat tau bahwa Ramadhan bersamaan dengan pandemi. Tapi ternyata... pandemi membawa berkah tersendiri di bulan Ramadhan. Ramadhan di rumah aja bagiku sangat menyenangkan. Banyak waktu untuk belajar banyak hal, mengevaluasi diri sehingga menjadi lebih kenal dengan diri sendiri lagi, lagi dan lagi. Alhamdulillah... Memang semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Berharap setelah semua ini rampung, akan menjadi lebih baik. Manusia terhadap makhluk ciptaan Tuhan yang lain akan bisa lebih saling menghargai. 


Doaku semoga keluarga & teman-teman yg kini terpisah jarak bisa merasakan hikmah dari pandemi ini 🙏

Titik Terang

ditulis oleh : Bu Irma


Pada malam ke-15 Ramadhan langit tampak begitu Indah. Jernih, terlihat bintang-bintang bertebaran. Ada satu cahaya yang begitu terang. Bulan, seperti bohlam raksasa yang menerangi seluruh alam. Menerangi pikiran dan hati ku.




Aku mencoba merenungi apa yang terjadi pada diriku dari awal tahun ini hingga detik ini. Aku menghela nafas panjang dan mencoba mensyukuri semua yang terjadi. Semakin gelap malam, semakin terlihat sekecil apapun cahaya yang mucul. Mencoba menangkap hikmah dan melanjutkan perjalanan dengan lebih baik dan lebih bermakna.

Setengah ramadhan telah berlalu. Mari kita manfaatkan ramadhan yang masih tersisa dengan meluruskan segala niat dan tujuan hidup. Menjernihkan hati dari berprasangka. Menginjak rem sebelum melakukan ke jahilan. Memaksimalkan mebebar kebaikan dari apa yang sudah dibekali Tuhan.

Satu kutipan yang ku ingat dari guruku.

"Lakukanlah semampu kalian dalam beramal. Jika bisa 100% lakukan 100%, jika mampu 90% lakukan 90%, seterusnya hingga jika kita hanya mampu melakukan 1%, tetap lakukan 1% tersebut."

Semoga apa yang kita usahakan, meski jauh dari sempurna, jauh dari ideal, tetap bisa menghantarkan kita menjadi individu yang lebih baik lagi.

Kamis, 07 Mei 2020

Janji Langit, Bumi dan Manusia

ditulis oleh : Bu Kenny


Bulan tak pernah ingkar menjadi sabit 
Ia pun tak pernah ingkar menjadi purnama

Senja tak pernah ingkar tuk datang kembali
Tak pernah ingkar mengantarkan siang kepada malam

Komitmen langit pada janjinya
Tak akan pernah goyah

Hingga mungkin suatu saat nanti
Hingga langit benar-benar tak dapat mempertahankannya

Namun apa yang terjadi di bawah sana?

Air tak henti beriak
Tak pernah berkomitmen untuk diam
Namun ia selalu mengisi ruang-ruang yang kosong

Tanah pernah bergoncang
Tak lagi mempertahankan komitmennya menyangga bumi
Namun ia selalu menjadi tempat kembali

-----------------------------



Komitmen, integritas dan mungkin juga konsistensi adalah tiga kata yang cukup sulit untuk dipertahankan. Padahal ketiga kata ini mengandung unsur bagaimana seseorang mempertahankan sesuatu yang telah ia janjikan. Mempertahankannya dalam kata yang sejalan dengan perbuatan. 

Tentu ada suatu saat hadir yang namanya perubahan. Perubahan yang sejatinya berasal dari nalar. Hasil cernaan di kepala. Berharap bahwa perubahan itu adalah sesuatu yang lebih baik, lebih matang dicerna dari hasil pemikiran terdahulu yang kurang matang, yang mungkin terjadi karena terlalu reaktif akan suatu kondisi. 

Wajar saja terjadi. Manusiawi. Namun seperti langit, ketika ia tak dapat mempertahankan komitmennya, ia akan memperlihatkan tanda-tandanya. Seperti senja yang menggantikan siang menjadi malam, ialah pembawa berita manakala tiba saatnya siang tak lagi dapat mempertahankan keberadaannya. Namun....bukankah siang telah menyelesaikan tugasnya dan berkomitmen memberikan tempatnya pada sang malam? Bukankah siang menepati janjinya untuk kembali lagi esok hari? 

Bagaimana dengan kita? Apakah kita seorang manusia yang memiliki integritas, melakukan sesuatu sesuai apa yang kita ucapkan, sesuai dengan yang sudah kita janjikan menjadi sebuah komitmen? Apakah kita adalah senja yang tidak menyebabkan terang tiba-tiba menjadi gelap? Apakah kita adalah senja yang memberikan kabar jika ada suatu perubahan?






Kamis, 30 April 2020

Setitik Pemikiran tentang Imajinasi

ditulis oleh : Bu Kenny

Fantasi dan imajinasi. Merupakan tahap awal proses berpikir anak. Ketika anak bermain, ia menggunakan berbagai objek yang ada di sekitarnya. Seringkali objek-objek ini digunakan bukan sebagai fungsi yang semestinya. Bantal-bantal kursi dijadikan perahu atau jembatan. Anak masuk ke dalam laundry bag, yang baginya adalah sebuah mobil. Guling-guling disusun berjejer menjadi rangkaian kereta api. Berbagai peralatan dapur dijadikan alat musik. Bunga, ranting, pasir, tanah menjadi bahan-bahan untuk memasak. Objek yang ditemui anak, bisa menjadi apa saja. Inilah fantasi. 



Saat anak berusia sekitar 4-5 tahun, ia mulai merancang permainannya. Ia ingin berperan sebagai petugas pemadam kebakaran. Ia mencari objek-objek yang bisa dijadikan alat untuk bermain pemadam kebakaran. Potongan kayu menjadi selang airnya. Ia ingin berperan sebagai seorang puteri. Kain-kain dililitkan menjadi gaunnya. Ia ingin menjadi penjual makanan. Biji-biji pinus dan batu menjadi ikan goreng. Tanpa objek di hadapannya, ia membayangkan sebuah konsep, lalu mencari objek yang dapat mewujudkan konsep di kepalanya. Inilah imajinasi. 




Apakah orang dewasa memiliki fantasi dan imajinasi? Tentu saja atau mungkin saja. Namun tak sehebat fantasi dan imajinasi anak. Mengapa? Karena kita sudah dipenuhi oleh pemikiran-pemikiran yang (menurut kita) logis, yang seringkali membuat kita tidak lentur dalam berpikir. Apakah hal ini akan mempengaruhi kita untuk memperoleh inspirasi dalam ranah feeling dan mempengaruhi kita dalam melakukan sesuatu berdasarkan intuisi? Itulah bahasan yang dibawakan oleh salah seorang orang tua murid, Bu Nanda, pada sesi ngobrol bersama orang tua hari Senin yang lalu. 

Saya tidak akan membahasnya disini. Karena nalar belum mampu mengkolaborasikan antara imajinasi, inspirasi, dan intuisi. Namun ada yang mampir di kepala saya. Saat kita dipertemukan dengan seseorang. Kita tahu orang itu. Bahkan kemudian kita bisa mengenal orang itu. Kita terlibat dalam berbagai interaksi dengan orang tersebut. Tetapi apakah kita memahami orang itu? Apa yang dia pikirkan? Apa yang dia rasakan? Mengapa ia mengambil keputusan itu? Mengapa ia melakukan hal tersebut? Kita mencoba memahami orang tersebut, namun  tak mudah. Kita mencoba menerima orang tersebut, tetapi cukup sulit. Proses apa yang terjadi saat kita mencoba memahami dan menerima seseorang dengan segala kondisi yang dimiliki orang tersebut? Mungkin banyak sekali prosesnya namun seperasaan saya salah satunya adalah proses imajinasi. Kita membayangkan diri kita ada pada posisi orang tersebut. Kita membayangkan apa yang ia alami. Kita membayangkan apa yang ia rasakan. Semua kita lakukan tanpa kehadiran objeknya yaitu orang yang bersangkutan dalam artian kita tak bisa "melihat" pikiran dan perasaan orang itu. Kita bisa melihat apa yang ia lakukan, namun yang terlihat hanyalah yang ada di permukaan. Imajinasi kita harus bekerja. 




Empati menjadi satu kata yang sangat penting dalam kehidupan kita sekarang. Empati terhadap orang lain....empati terhadap bumi dan seisinya. Empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Bukankah imajinasi masuk ke dalam spektrum yang luas itu? Jika iya, maka apakah kita masih pantas mengesampingkan proses bertumbuhnya imajinasi pada diri seorang anak? Apakah kita masih lebih mendewakan proses intelektualisasi yang kaku bagi seorang anak? 

Jumat, 24 April 2020

Di Tengah Perubahan

ditulis oleh : Bu Irma


"Mba sedih ya ga bisa mudik" ujar adik

"Toko jam segini udah tutup aja" ujar ibu

"Bapak kangen ke Masjid tapi pada ditutup" ujar bapak

"Ketemuan sama orang-orang semakin sering ya sekarang, tapi virtual hehe" ujarku

Banyak hal berubah. Banyak hal yang tak lagi sama terjadi di semua sektor kehidupan baik ekonomi, pendidikan, keagamaan dan yang lainnya. Mudah sekali menyebutkan perbedaan kondisi saat ini dengan sebelumnya dan itu yang lebih banyak terdengar di telinga ku juga yang sering keluar dari mulut ku.

Ramadhan tetap datang tak mengenal kondisi. Membuat ku merenung dan mencoba merasakan kehadirannya. Tersadar bahwa cahaya Rahman dan Rahim Nya tak pernah berubah, tak pernah luput, tak pernah sirna. Tetap sama! Hanya kami yang perlu lebih berlapang dan menengadah untuk menerima kasih-Nya.
Berusaha lebih baik memanfaatkan kesempatan yang diberikan-Nya sebagai bentuk syukur baik lewat lisan maupun tindakan. Syukur harus lebih banyak di serukan daripada membandingkan apa yang tak seperti biasanya lagi.

Selasa adalah waktu kami berkarya. Tertuang sedikit kata tentang apa yang dirasa.




Seringkali kita hanya berpusat pada apa yang tampak namun melupakan apa yang membuat hal-hal tersebut menjadi tampak. Berlian, emas, permata tak akan terlihat  kilaunya jika tak ada yang menyinarinya. Penglihatan menjadi gelap tanpa ada yang meneranginya. Cahayalah yang memberi arti.


Semoga dengan cahaya-Nya juga kehidupan ini menjadi lebih berarti.

Bumi dan Pandemi

ditulis oleh : Bu Mela


Tanggal 22 April kemarin adalah Hari Bumi. Aku masih ingat, tahun lalu saat hari Bumi, Jagad Alit outing ke Babakan Siliwangi. Sebelum jalan-jalan, kami melakukan operasi semut. Aku cukup banyak menemukan sampah bekas kemasan makanan yang masih utuh. Belum terurai, tapi terlihat udah lama banget dia berada di situ. Bekas mi instan, minuman sachet, sedotan plastik dll. Saat itulah titik balik aku menyadari bahwa... kasian banget ya bumi ini. Langsung sedih, banget. Sepulang dari sana, aku yang tadinya masih belum peduli sama pisahin sampah sesuai kategori, langsung cari tau tentang cara pilah sampah. Alhamdulillah sampai saat ini masih berjalan, walau ya memang belum 100% sempurna pilah sampahnya.


Manusia terkadang memang suka seenaknya sama bumi ini. Buang sampah sembarangan, banyak pakai kemasan-kemasan sulit terurai. Ah dan banyak lagi! Ga heran ya, bumi sekarang minta istirahat dulu. Seluruh dunia. Bukan cuma di Indonesia aja. Kita harusnya menyadari bahwa pandemi yang sedang dialami bumi ini, sedikit banyaknya adalah karena ulah manusia juga. Kita harus berlapang dada kalau saat ini bumi minta istirahat. Berapa lamanya, kita ga ada yang tau.


Aku baru dua bulan menjalani pola makan vegan, banyak alasan kenapa aku mau melakukan ini. Salah satunya, untuk bumi. Agar kelak kalau nanti aku punya cucu cicit mereka masih bisa lihat hewan-hewan dan bumi yang semakin indah dan hijau. Itu saja belum cukup, aku masih harus banyak melakukan hal-hal untuk bumi ini.


Ramadhan kali ini pun akan sangat berbeda. Walau berbeda, Ramadhan tidak akan pernah kehilangan makna. Punya cahaya dan ceritanya sendiri. Dengan banyak di rumah aja, semoga kita bisa lebih dekat dengan Sang Pencipta.


Selamat berpuasa ya. Semoga Ramadhan dgn bumi & pandemi ini tetap penuh keberkahan dariNya 🙏🏼

Kamis, 23 April 2020

Ilmu Pengetahuan, Seni dan Spiritualitas

ditulis oleh : Bu Kenny




"Apa yang kau cari akan mencarimu." Itu yang saya dengar dari seorang sahabat saya Pujiastuti Sindhu. 

Ilmu pengetahuan yang dijabarkan sebagai keluasan wawasan. Seni yang dijabarkan sebagai harmoni dan keindahan. Spiritualitas yang dijabarkan sebagai kedalaman esensi. Itu yang saya dapat dari sahabat saya, Nanda Indriana. Yang kemudian dalam kepala saya terbersit pula kebijakan dalam bernalar sebagai bagian dari ilmu pengetahuan. 




Ritme wfh kami para guru di hari Selasa adalah Selasa berbagi. Membuat arts atau craft yang kemudian kami kirim melalui email kepada para orang tua untuk diprint dan diperlihatkan pada anaknya. Sudah lama saya ingin membuat wet on wet water color painting. Tapi tak cukup keberanian. Merasa tak cukup mumpuni untuk menghasilkan keindahannya. 


Saya teringat saat mengikuti Early Childhood Teacher Training di Bangkok. Para peserta diminta membuat veil painting. Melukis dengan teknik pewarnaan transparan yang berlapis-lapis. Kemudian kami diminta untuk memandangi hasilnya. Kami diminta untuk mencari sebuah bentuk dari lapisan warna-warna tersebut. Kala itu saya tak mengerti kedalaman makna dari cara melukis seperti itu. 









Di malam Selasa  saya teguhkan niat. Mengumpulkan keberanian untuk membuat veil painting. Dan gagal...hahaha. Namun....inilah hasilnya. Saya menyapukan kuas. Warna merah dan kuning. Mengalir di atas kertas yang sebelumnya direndam air. Merah dan kuning saling menghampiri. Berbaur berpadu. Sedikit warna biru turut serta. Berbaur berpadu. Saya memandangi hasilnya. Mencoba mencari sesuatu. "Apa yang kau cari akan mencarimu."




Tiba-tiba bagaikan hadir ke dalam diri saya. Sebuah bentuk. Bentuk yang hidup. Lekat saya tatap. Ia bagai menyampaikan sesuatu pada saya. Sesuatu yang merangkai banyak pemikiran di kepala saya. Sesuatu yang merangkai banyak pemikiran menjadi sebuah kedalaman esensi. Maka hadirlah untaian kata. Sebuah karya yang bagi saya merupakan harmoni dari ilmu pengetahuan, seni dan spiritualitas. 



Kamu tercipta dari sekian banyak warna
Yang mengalir dan melebur
Kamu mungkin merasa tak ada
Tapi aku bisa melihatmu
Dari sekian banyak warna 
Yang mengalir dan melebur
Kamu adalah cahaya






Jumat, 17 April 2020

Hikmah Karantina

ditulis oleh : Bu Mela


Masih dalam masa karantina. Sudah mulai bosan belum ya di rumah aja? Aku sendiri masih menikmatinya. Dengan ritme baru yang ada tentunya punya keseruan dan cerita tersendiri. Kadang juga aku menikmati waktu tanpa hal produktif. Menurutku untuk ga produktif sesekali, ga apa-apa juga. Enak lho! Hehehe....

Dalam masa seperti ini sebenarnya banyak hal yang bisa kita pelajari, banyak juga hikmah yang bisa diambil. Salah duanya adalah lebih dekat dengan keluarga & semakin merasakan arti kehadiran seseorang di dalam hidup kita. Ya ga sih? Juga... Dengan adanya pandemi ini, orang-orang banyak yg reuni virtual, padahal tadinya mungkin jarang sekali kontakan. Banyak juga yang jadi jago masak, padahal tadinya jarang ke dapur. Jadi jago baking, padahal tadinya ga bisa sama sekali bikin kue. Jadi sering main sama anaknya, padahal tadinya buat ngobrol aja  jaraaang banget 😁




Seru ya. Alhamdulillah. Ada aja memang caraNya untuk kita belajar lebih banyak tentang hidup. Mengutip dari salah satu study group bersama Ibu Manda “Esensi dari belajar adalah perubahan”. Berati kalau ga berubah? Apa ya...?

Semoga setelah pandemi ini banyak hal yang kita pelajari ya :)

Menangkap Makna

ditulis oleh : Bu Irma



Sore itu cerah sekali. Cahayanya tampak kuning kemerahan. Mengisi setiap sudut pandang menjadi terang. Terlihat tunas-tunas telang tumbuh riang dimana saja, bunganya tak kalah senang ikut tumbuh berkembang. Daun bawang cepat sekali tumbuh meninggi, tak hanya tinggi namun cukup lebat dan tampak enak tuk di aduk menjadi telor dadar. Tanaman mangga, lerak, pepaya, arbei dan jeruk semakin jangkung. Warna kuning dan merah di tanaman Alamanda dan Dadap yang mencolok itu tertangkap mata sedang tumbuh subur dan merekah. Daun pohon pisang terlihat memberi kode siap dipanen untuk dijadikan sampul pepes. Mint kesukaan ku tampak baik-baik saja dan daunnya semakin banyak. Tanaman rambutan yang terakhir kali ku lihat 15cm, kini tak tampak. Kemana dia? Ternyata aku merasakan social distancing bukan dengan manusia saja, namun dengan tanaman juga. Ya itu semua tanaman kami di sekolah. Aku melihat kondisi itu dari layar gadget ku. Dalam waktu sebulan ternyata banyak sekali ku lewatkan tumbuh kembang tanaman yang biasanya ku tengok hampir setiap hari. Dalam sehari ada saja perbedaan dari tanaman yang dapat kami temui. Ada biji yang mulai bertunas, ada daun muda yang mulai merekah, ada buah yang sudah memerah, bahkan yang hampir mati karena hama pun dapat kami temukan. Pilu, karena tak tahu pasti bagaimana mereka tumbuh, namun tetap bahagia saat tau mereka yang baik-baik saja dan semakin baik. 


Merasakan semua itu, hati dan pikiran berlari kencang pada murid-murid ku. Selama ini tak bertemu, sudah seperti apa kamu anak-anakku? Setiap harinya biasanya aku mendapat "laporan-laporan" penting dari mereka. Dari celotehannya, dari permainannya, dari interaksinya dan hal lainnya. Pilu, tak ikut serta membersamai perjalanannya. Namum, bahagia karena aku tau mereka selalu berada bersama dengan sosok-sosok terbaik untuknya. 

Jarak ternyata membuat banyak insan semangkin sadar akan berartinya masa saat sedang berdekatan. Sadar, hadir, penuh, utuh itu menjadi hal yang perlu ditanam dalam diri agar mampu menciptakan hal-hal terbaik di setiap momennya. 

Merindukan momen kebersamaan tercurah pada karya dan surat cinta minggu ini. Ku putuskan membuat family portrait. Saat menggambarnya aku bayangkan satu persatu sosoknya. Formasi lengkap! dimana kalau di kenyataan foto dalam formasi lengkap itu agak sulit terjadi hehe. 



Banyak momen bersama yang melintas dihati. Ini salah satu momen terbaik yang dapat tertuang



Parenting minggu ke 3 ini berjalan seperti biasanya. Ku temukan satu kutipan yang berbunyi:

“Something very beautiful happens to people when their world has fallen apart: a humility, a nobility, a higher intelligence emerges at just the point when our knees hit the floor. Perhaps, in a way, that’s where humanity is now: about to discover we’re not as smart as we thought we were, will be forced by life to surrender our attacks and defences which avail us of nothing, and finally break through into the collective beauty of who we really are.”
-Marianne Williamson-

Menarik! Kutipan ini bilang kalau suatu keindahan itu dapat terjadi di fase terendahnya kehidupan. Situasi sulit, terpuruk dan mungkin tak nyaman. Namun kondisi tersebut dapat menyadarkan akan ketidakmampuan dan keterbatasan yang menjadi obat kerasnya diri. Sehingga kemudian sanggup menangkap hikmah dengan lebih jernih yang membawa kepada kondisi yang lebih baik. 

Kutipan itu rasanya mewakili kondisi pandemi saat ini. Situasi sulit, tak nyaman dan penuh keterbatasan sedang terjadi dimana-mana. Pernyataan dan pertanyaan muncul beriringan, "Sekarang aku jadi ga bisa lakuin ini, ini, ini dan ini lagi, terus apa yang bisa aku lakukan?" kalau kata orang sunda mah intinya "urang kudu kumaha atuuuuuh?" 
Rasanya ini jadi waktu yang tepat untuk merenung, menyadari segala ketidakmampuan diri dan melepaskan segala "kesombongan" yang selama ini menjadi tiang untuk menggantungkan diri.

Semoga kami mampu melewati masa ini dengan segala kerendahan hati, dengan segala modal yang masih dititipkan-Nya saat ini, dengan segala kenikmatan-Nya yang masih tercurah hingga detik ini. Teriring doa dan segala upaya semoga akhir yang baik dan indah dapat kami rasakan bersama. Aamiin. 


Kamis, 16 April 2020

Selimut rindu

ditulis oleh : Bu Kenny

Tiga minggu berlalu. Kami para guru menjalani ritme work from home. Senin membahas artikel dan ngobrol dengan para orang tua melalui zoom. Selasa membuat art work atau craft dan mengirimkan fotonya melalui email untuk diprint oleh para orang tua dan diperlihatkan pada anaknya. Rabu istirahat. Kamis ngobrol antar guru termasuk melakukan child study dan interview calon guru melalui zoom. Kami juga menulis surat untuk anak-anak dan mengirimkan foto surat untuk diprint dan dibacakan oleh orang tua pada anaknya. Jumat membuat tulisan seperti ini. 



Artikel yang dibahas selalu  membuka wawasan baru. Obrolan selalu seru. Foto arts, craft dan surat selalu mendapat tanggapan hangat dari para orang tua dan anak-anak. Para orang tua menceritakan anaknya yang minta dibacakan suratnya berulang kali. Beberapa anak mengekspresikan apa yang muncul di benak mereka akan sekolah dalam bentuk gambar. Permainan di rumah pun diwarnai dengan permainan dengan setting sekolah-sekolahan. Hal-hal seperti itulah yang kami dengar dari cerita para orang tua. Keterhubungan kami dengan anak-anak dan para orang tua terus terjaga. Kita semua bagai sedang menata selimut rindu. Membentangkannya dengan hati-hati, merapikan ujung-ujungnya yang bersudut, menariknya hingga ke ujung leher agar memberi kehangatan ke seluruh tubuh. 



Sementara itu undangan pertemuan virtual dari sana dan sini untuk keperluan ini dan itu semakin kerap. Undangan mengisi atau menyaksikan obrolan live-pun berdatangan. Tak berbatas jarak. Kita dapat bertemu dengan orang-orang yang dulu sulit kita temui karena tinggal di kota atau negara yang berbeda. Tak ada kendala lalu lintas yang macet atau jarak yang jauh untuk menemui orang-orang di kota yang sama. Dan....tak berbatas waktu! Pertemuan virtual dapat dilakukan kapan saja sepanjang kita mau. Pagi, siang, sore atau malam hari. Hujan deras tak jadi penghalang. Belum mandi pun tak jadi masalah. Sambil masak, sambil mencuci pakaian atau menyeterika, menjadi mungkin untuk tetap dapat pergi secara virtual menghadiri sebuah meeting. Bahkan ada pula yang mengadakan pertemuan virtual sambil sarapan, makan siang, atau makan malam di hadapan layar dengan video on seakan sedang makan bersama-sama di satu meja. Pertemuan dan kebersamaan yang dulu seringkali terkendala, sekarang malah jadi pertemuan yang bisa dilakukan kapan saja kita mau. Namun kemudian mulai muncul agenda pertemuan virtual yang waktunya berbarengan. Itu mungkin sekarang yang menjadi kendala. Tetapi pertemuan virtual yang berbarengan waktunya bisa saja kita lakukan jika kita mau. Dulu kita tidak bisa datang ke tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan, namun sekarang kita bisa hadir di tempat virtual yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. 

Aneh ya.... Entah apa yang aneh. Tapi saya merasakan keanehan itu. Dan diantara keanehan itu, saya merasakan keanehan yang lain. Aneh bahwa ternyata pertemuan virtual itu melelahkan. Bukan karena frekuensinya yang sering, tapi setelah saya selesai di satu pertemuan virtual, badan terasa letih sekali. Cukup lama saya berpikir (seperti biasa....kelamaan mikir...hehe). Mungkin ini penyebabnya. Etheric, astral dan I kita bekerja keras. Keras sekali. Kenapa? Karena physical body kita tidak hadir saat kita melakukan keterhubungan virtual. Empat indera dasar kita, yaitu movement, balance, life dan touch tidak berperan sebesar atau seaktif ketika kita melakukan interaksi langsung dengan orang lain. Kita duduk di hadapan layar, berbicara kepada layar, mendengar suara orang melalui earphone atau speaker komputer, bahkan kini ada istilah virtual hug. Semuanya membantu....sangat membantu di saat seperti ini. Tetapi di lain sisi, banyak sekali yang hilang dengan bentuk keterhubungan seperti ini. Ketidakhadiran kita secara fisik ternyata malah membuat kita letih! Membuat kita harus bersusah payah. Saya teringat pembicaraan dulu saat study group, bahwa physical body adalah kendaraan bagi etheric. Ketika kendaraan ini tidak hadir, dan tidak pula aktif berinteraksi melalui movement, balance dan touch, maka apa yang terjadi dengan etheric? Apa yang kemudian terjadi dengan astral dan I? 




Aneh...dan menarik. Menarik untuk ditelisik lebih lanjut. Saat ini marilah kita membentangkan selimut rindu dengan hati-hati, merapikan ujung-ujungnya yang bersudut, menariknya hingga ke ujung leher agar memberi kehangatan ke seluruh tubuh. Hingga nanti suatu pagi kita terbangun dan melipat selimut itu dengan hati-hati, merapikan lipatan ujung-ujungnya yang bersudut, menyimpannya di sisi tempat tidur kita. 


Jumat, 10 April 2020

Mencoba Untuk SADAR

ditulis oleh : Bu Mela

Minggu kedua WFH. Awal minggu ini aku berkesempatan mendapat giliran untuk membahas sebuah artikel, setelah berpikir cukup lama selama 5 menit (haha), akhirnya aku memilih untuk membahas tentang mindful. Topik yang menurutku tidak hanya penting untuk saat ini, tapi hari-hari biasa tanpa adanya pandemi.

Aku bukanlah orang yang ahli dalam bidang mindful ataupun meditasi. Pernah ikut beberapa kali acara meditasi bersama sang ahli, membaca buku tentang mindful dan berusaha menerapkannya sendiri setiap hari. Aku hanya ingin berbagi kepada orang lain tentang apa yang aku dapat dan manfaatnya. Beberapa manfaat mindfulness, dapat dilihat pada salah satu artikel yang kemarin aku bahas bersama para orang tua https://www.mindful.org/9-ways-mindfulness-reduces-stress/  Serta mengolah rasa, seperti dalam artikel https://www.mindful.org/keeping-a-cool-head-and-warm-heart-in-challenging-times/ . Kedua hal tersebut terdapat dalam six basic exercise yang kudapat saat Early Childchood Teacher Training di Bangkok. Mindfulness juga beberapa kali menjadi topik yang dibahas dalam teacher training. Karena sadar penuh hadir utuh sangat dibutuhkan saat kita sedang berada dengan anak-anak. Tidak hanya fisiknya saja yang hadir, tapi ‘isinya’ juga hadir, tidak melayang kemana-mana.



Minggu ini juga aku menggambar bagaimana suasana halaman bermain di Jagad Alit. Tiba-tiba terbayang rumput hijau terbentang dan anak-anak bermain di sana, guru-guru melakukan kegiatan bermakna bersama mereka. Lalu aku tuangkan ke dalam kertas dalam buku jurnalku. Ah... Sudah lama tidak jumpa mereka, pasti begitu berjumpa, semuanya sudah tampak tumbuh besar :D

Kapan yaaaa bisa jumpa?

:)

MIND·FUL - /ˈmīn(d)fəl/

ditulis oleh : Bu Irma

Mindfulness is the practice of being aware of your body, mind, and feelings in the present moment, thought to create a feeling of calm (dictionary.cambridge.org)

Mindfulness secara singkat adalah hadir utuh. Dalam konteks Islam disebut khusyuk.

Kita hidup di zaman yang serba cepat. Makan ingin cepat yang berujung makan makanan instan atau cepat saji. Merasakan keseimbangan asin, asam, manis atau nilai gizi dari sebuah makanan jadi nomor sekian. Bepergian inginnya cepat sampai, padahal macet dimana-mana. Jam seolah lebih menarik dibanding pemandangan yang terjadi di sekitar. Silaturahmi hanya sekedar basa-basi atau sesuai kepentingan saja karena agenda berikutnya menanti. Sampai rumah, hanya sisa tenaga yang tersaji. Belum lagi teknologi yang serba cepat membuat gelombang informasi bagai tsunami! Tak terkontrol dan seringkali melelahkan hati juga pikiran. Rasanya mindful saat berkegiatan menjadi sangat jarang dilakukan. Menjadi relevan ketika kegiatan atau terapi Mindfulness menjamur dimana-mana. 

Ini minggu ke-2 kami guru-guru Jagad Alit melakukan WFH(Work From Home). Di hari senin seperti biasa kami membahas sebuah artikel. Mindfulness, ya itu tema yang di bahas minggu ini. 

Berikut artikel yang kami bahas:



Yang pernah mencoba meditasi mungkin tau apa itu waktu hening. Dalam beberapa menit kami melakukan itu bersama. Setelahnya banyak sekali hal-hal yang muncul untuk di renungkan. Bagaimana ya menjadi seorang guru yang bertanggung jawab? menjadi anak yang berbakti? menjadi kakak yang baik untuk adiknya? menjadi kawan yang menyenangkan? menjadi individu yang bersahaja? dan yang utama menjadi hamba Allah yang diridhai? Seketika semuanya terjawab yaitu dibutuhkan keadaan diri yang hadir penuh utuh saat menjalani peran-peran tersebut. 

Dalam kondisi pandemi Covid19 ini banyak sekali Allah kasih kesempatan untuk kami manusia dapat berintrospeksi. Kesempatan untuk menyadari diri dan bagaimana seharusnya. Terucap syukur,syukur,syukur karena masih diberi waktu hingga detik ini untuk menyadari makna setiap kehidupan yang dilalui. 

Artwork selasa minggu ini aku membuat suatu karakter dari tali dengan teknik macrame yang terinsprirasi dari beberapa aktivitas anak-anak di sekolah. Melompat, bergelantungan dan memanjat. Ku beri nama Mister Kero. Mister Kero ini suka sekali makan buah-buahan dengan harapan anak-anak di rumah selalu mengkonsumsi buah agar selalu sehat dan bahagia. 



Adapun surat cinta minggu ini yang sudah sampai pada sang pembaca sebagai berikut:


Satu kutipan yang sangat mengena untuk menutup minggu ini:

Berbahagialah
orang yang dapat menjadi tuan bagi dirinya
menjadi pemandu untuk nafsunya
dan menjadi kapten untuk bahtera hidupnya
-Ali bin Abi Thalib-