Tampilkan postingan dengan label cerita guru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita guru. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Juli 2020

Sampai jumpa lagi...

ditulis oleh : Bu Mela



“Teman baru dan teman lama... keduanya sangatlah berharga”

Kembali mengantarkan anak-anak kepada orang tuanya. Mereka akan melanjutkan perjalanannya ke jenjang berikutnya. Bahagia, haru rasanya. Waktu begitu cepat berlalu, melihat mereka dari chubby dan mungil hingga kaki dan tangannya panjang-panjang :D

Terima kasih tak terhingga untuk anak-anakku yang telah hadir di dalam hidupku, memberikan banyak pelajaran yang sangat berarti. Sangat bersyukur atas takdir-Nya yang telah memberikan kesempatan indah ini.

Sampai jumpa lagi kalian...
Selamat merayakan perjalanan...
Selamat melanjutkan petualangan...



Sabtu, 04 Juli 2020

Ruang

ditulis oleh : Bu Kenny

Kita hadir disini
Seluruh raga dari kepala hingga ujung jari kaki
Rasakan raga itu menampung jiwa dan diri yang hakiki

Penuh
Utuh

Hadir
Di sini



Sekarang, lihatlah diri lain di sisi kita
Lihat raganya
Dari kepala hingga ujung jari kaki
Jiwa dan dirinya yang hakiki

Ia memiliki sesuatu
Ia membawa sesuatu




Kita bersama berada dalam satu ruang
Sediakan satu tempat kosong di tengah-di tengah
Bayangkan tempat kosong itu ada di tengah-tengah



Di tengah-tengah saya dan engkau
Di tengah-tengah saya dan kalian
Tempat yang kosong



Letakkan diri saya di tempat kosong itu
Letakkan diri engkau, diri kalian di tempat kosong itu

Minggu, 28 Juni 2020

Menjelang Waktunya

ditulis oleh : Bu Mela


Tumbuh kembang anak-anak adalah hal yang tidak bisa dielakkan. Tidak terasa bulan Juli semakin dekat. Di mana beberapa anak-anak akan melanjutkan perjalanan ke jenjang berikutnya.



Rindu mendengarkan cerita dan celoteh polos dari suara kecil yang selama ini tak pernah ku dengar selama beberapa bulan. Menyenangkan. Aku selalu menikmati waktuku bersama mereka. Ngobrol sama anak kecil itu enak, lucu, santai tapi seru. Ngobrolnya ngalor ngidul, topiknya macam-macam dan tetap berimajinasi. Aku bisa bodor-bodor ga jelas ke mereka dan mereka tetap tertawa (mungkin mereka kasihan sama ibu mela hahaha). Kami pun saling mengimitasi. Aku mengimitasi sifat mereka: tidak dendam, mau menolong orang, kalo marah ga lama-lama dll. Begitu juga mereka juga mengimitasi kami: mencuci kain lap, menangkap ikan, membantu memasak dll.



Tahun ajaran yang berjalan sekarang sudah mau selesai. Seperti sepenggal lirik lagu Jagad Alit saat anak-anak hendak pulang ke rumah....



“Tiap ada datang

pasti ada pulang. 

Dengan hati lapang

esok kita jelang” 



Datang Kembali

ditulis oleh : Bu Irma




Kembali ku menyapa paginya
Kembali ku lihat rupa dan raganya
Kembali ku lihat polah dan tingkahnya
Kembali ku tersenyum karena celotehannya

Kembali suara riuh yang sempat hilang
Kembali bergoyang tangga gantung yang diam
Kembali berputar roda-roda di rerumputan
Kembali lagi suasana-suasana yang ku rindukan

Moment datang kembali ini sungguh berkesan
Syukur atas segala kesempatan yang diberi-Nya
Terimakasih telah datang kembali 

Sabtu, 27 Juni 2020

Mirror Neurons

ditulis oleh : Bu Kenny

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk pembelajar dan makhluk sosial. Setiap hari dalam kehidupan kita merupakan proses belajar. Mempelajari hal-hal yang baru ataupun mendalami hal-hal yang sudah kita ketahui untuk lebih memahaminya. Akhir-akhir ini  cukup sering orang mengadakan sesi web seminar atau diskusi yang bertema nafas, makan, regulasi emosi, pendidikan anak ataupun tema-tema lain yang berkaitan dengan kehidupan kita sehari-hari yang sebenarnya sudah kita ketahui, namun kita belajar lagi untuk lebih memahaminya. Sebut saja tema tentang makan. Secara teknis tentu saja kita sudah mengetahui bagaimana caranya makan. Tetapi kita merasa perlu mendalaminya untuk memahami bagaimana cara makan dan makanan apa yang akan menyehatkan tubuh kita. Topik mengenai mindful eating dan berbagai macam bentuk diet merupakan dua topik tentang makan yang tampaknya sekarang sedang diminati banyak orang. 

Pada proses belajar ini, kita mendengarkan materi yang dipaparkan. Menariknya, pemberian contoh-contoh terutama contoh kejadian yang benar-benar pernah dialami sendiri oleh pembicara menjadi semacam afirmasi terhadap sebuah teori. Apalagi jika disertai dengan sesi berbagi pengalaman dari para peserta. Saya teringat ketika mengikuti sebuah sesi berbagi dimana pembicara menceritakan pengalamannya melakukan suatu teknik pernafasan dengan menghirup dan menghembuskan nafas melalui hidung, dimana posisi lidah ditarik dan menempel pada langit-langit mulut. Hingga sekarang cara bernafas seperti ini selalu saya lakukan. Mengapa saya bersedia melakukannya? Pertama, dari penjelasan yang didukung oleh media visual berupa gambar dan video, dan didukung pula oleh pengalaman pembicara, saya berpikir bahwa cara bernafas seperti ini masuk akal untuk dikatakan cara bernafas yang lebih sehat. Kedua, setelah saya berpikir bahwa hal tersebut masuk akal, saya merasa yakin dan ingin mencobanya. Ingin meniru apa yang dilakukan pembicara. Ketiga, setelah saya mencobanya, saya merasa nyaman dan yakin untuk terus melakukan cara bernafas seperti ini.

Proses belajar orang dewasa melalui tahapan mencerna di kepala, baru kemudian merasa yakin atau bersimpati, baru kemudian melakukannya. Setelah melakukan, muncul rasa nyaman, dan kemudian kembali lagi dicerna di kepala bahwa apa yang kita lakukan merupakan hal benar atau tidak. Peranan prefrontal cortex pada otak, yang sebagian fungsinya adalah untuk berpikir, merencanakan, dan membuat keputusan, memegang peranan penting dalam proses ini. Selain itu ada bagian lain dalam otak kita yang juga cukup memegang peranan penting, yaitu mirror neurons. Penelitian mengenai mirror neurons masih terus berlangsung, namun dikatakan bahwa  mirror neurons membentuk dasar mekanisme inti untuk belajar dan pertumbuhan dari mana fungsi lain bercabang. Salah satu fungsi ini adalah tiruan (imitasi), kemampuan untuk mereplikasi perilaku yang diamati.



Pada anak, terutama pada tujuh tahun pertama kehidupannya, proses belajar dilakukan dengan cara meniru. Mulai dari seorang bayi dapat melakukan diferensiasi gerakan sampai ia dapat berjalan dengan ritmis. Mulai dari tangisan, lalu bubbling, sampai akhirnya ia dapat menggunakan kata-kata. Pernahkah kita memberi tahu secara verbal bagaimana caranya mengangkat kaki, berapa jarak kaki harus direntangkan saat berjalan, bagaimana tangan harus diayunkan, saat seorang anak belajar berjalan? Pernahkah kita memberi tahu secara verbal seberapa besar mulut harus dibuka atau bagaimana lidah harus digerakkan saat anak mulai belajar berbicara? Kita memberitahu dengan cara memberikan contoh baik secara sadar maupun tidak sadar. Mirror neurons anak yang kemudian mengambil peran meniru (imitasi).




Berbeda dengan proses belajar orang dewasa, proses belajar anak di usia tujuh tahun ke bawah melalui tahapan melakukan, merasakan, baru kemudian terjadi proses berpikir sesuai dengan kemampuan berpikir pada usianya. Mengapa demikian? Secara naluri dan fitrah anak adalah bergerak untuk membuat anggota tubuhnya berfungsi, sehingga kebutuhan anak adalah untuk menggerakan anggota tubuhnya terlebih dahulu sebelum memfungsikan otaknya. Gerakan-gerakan anak terjadi secara tidak sadar. Mirror neurons anak bekerja meniru gerakan tanpa proses cernaan di kepala yang sebagian dilakukan oleh prefrontal cortex. Tidak heran jika anak meniru suatu gerakan ataupun perbuatan yang menurut kita tidak layak untuk ditiru. Bagi anak, semua yang ia lihat adalah hal yang baik karena prefrontal cortex-nya belum berfungsi.

Manusia adalah makhluk pembelajar dan makhluk sosial. Mirror neurons akan bekerja lebih intens ketika lebih banyak orang-orang di sekeliling kita melakukan tindakan atau perbuatan yang berpola sama. Kebiasaan 'latah' meniru apa yang orang lain lakukan. Sistem mirror neuron menyediakan salinan tindakan yang diamati, dan menafsirkannya sehingga dapat dipergunakan dan dapat diproses untuk penyimpanan memori. Mungkin kita pernah mengalami ikut-ikutan membeli suatu barang yang sedang trend. Pada orang dewasa, hal ini dapat dikendalikan jika kita lebih sadar untuk mengaktifkan prefrontal cortex. Namun pada anak, hal ini tidak berlaku. Pernahkah kita lihat suasana bermain yang demikian riuh tak terkendali ketika ada beberapa orang anak yang berlari-larian, berkejar-kejaran, dan berteriak-teriak? Sebaliknya, pernahkah kita lihat suasana bermain yang pasif dimana beberapa anak diam saja saling mengamati?



Meskipun penelitian mengenai mirror neuron masih terus dilakukan, namun setidaknya kita dapat memikirkan bagaimana perbuatan dan tindakan kita dapat ditiru oleh anak-anak. Itulah sebabnya mengapa kita layak untuk terus berusaha menjadi orang yang sepatutnya ditiru oleh anak-anak.


"Because of mirror neurons, 
you’re children pay more attention to what you do 
rather than what you say. "

Minggu, 21 Juni 2020

Sebuah Perjalanan

ditulis oleh : Bu Irma

"Sekarang lampunya merah. Kita berhenti dulu ya" ujar sahabatku.

"Setiap perjalanan sama. Ada waktunya untuk berhenti, berjalan lebih lambat, berjalan lebih cepat, atau mempertahankan kecepatan. Biar selamat sampai tujuan" lanjutnya.

"Temponya diatur ya berarti, soalnya ga semua rintangan di jalan bisa dilewati cepat. Kalau di lampu merah malah tancap gas, bisa tamatlah kita sebelum sampai" sahut ku menanggapinya.

Kami tersenyum bersama dan hening beberapa saat. Perkataannya di jalan saat itu membuatku merenung. Pikiran ku tak tertahan pergi menjelajahi perjalanan hidup ke masa yang lalu. Membayangkan masa-masa dimana aku pernah menjalaninya dengan tempo-tempo tertentu itu.

Pernyataan bahwa hidup adalah sebuah perjalanan nyatanya benar. Ada destinasi yang akan dituju. Perjalanan tidak akan berhenti hingga sampai ke tempat tujuan.  Ada lika-liku jalan yang harus dilewati, ada rambu-rambu yang harus diperhatikaan dan ditaati. Saat kita tak mampu membaca arah mencapai tujuan, seringkali kita tersesat. Namun saat bisa kembali dari jalan yang salah, kita bisa lebih tahu dan membedakan mana jalan yang benar dan salah, lalu mengantisipasi agar tak tersesat lagi. Itulah mengapa kita perlu belajar, karena untuk sampai tujuan perlu ilmu. Sudah baca peta saja masih suka tersasar. Bukan salah petanya, namun yang baca petanya kurang ilmu buat memahami arahnya. Semua manusia ingin perjalanannya sesuai dan sampai tujuan dengan selamat. Namun kita harus ingat juga, banyak perjalanan seringkali berakhir tidak selamat.

Setiap langkah yang kita lalui bisa jadi pembelajaran. Contohnya perjalanan singkat yang kulalui hari itu. Bisa begitu bermakna jika dihayati. Mungkin bisa menjadi hikmah yang dapat merubah arah perjalanan ku hingga sampai di tujuan yang diinginkan. Tikungan, tanjakan, turunan, atau lurusnya jalan bisa jadi menyenangkan. Seperti naik Roller Coaster. Sesekali kita teriak namun hati terdalam kita tetap bahagia menikmatinya. Sabar dan syukur adalah kunci perjalanan terasa lebih nikmat. Begitu janji Allah bagi hamba-Nya yang terus sabar dan bersyukur.

Semoga kita semua mampu melawati semua jalan yang belum dilalui. Semoga perjalanan yang telah lalu dapat menjadi bekal untuk dapat melawati jalan yang ada di depan dengan lebih baik. Semoga kita semua sampai di tujuan dengan selamat dan mendapat kebahagian bersama kelak. 

Sabtu, 20 Juni 2020

Pentingnya Ritme

ditulis oleh : Bu Mela

Selama WFH pastinya punya ritme yang baru juga. WFH pun selesai, kami kembali datang ke sekolah dengan penyesuaian waktu jam kerja mulai dari 3 jam, 4 jam, lalu 5 jam. Penyesuaian itu perlu. Ritmeku berubah total dan perlu menyesuaikan lagi dari awal secara perlahan. 

Terasa sekali perbedaannya antara ritme selama WFH dan setelah kembali datang ke sekolah. Selama WFH aku hampir selalu tidur di atas jam 11 malam. Normalnya, jam 9 malam aku sudah berada di atas kasur dan siap untuk tidur. Makan malamku selama WFH setelah jam 8 malam. 

Normalnya, sebelum maghrib atau paling lambat sebelum jam 7 malam aku sudah selesai makan malam. Secara perlahan aku mengubah jam-jam itu menjadi lebih cepat dari ritme WFH dan akhirnya kembali normal. Entah sensitif atau apa, tapi terasa sekali perbedaannya. Bagiku yang usianya hampir menginjak kepala 3, ritme ini penting sekali. 

Jadi terbayang...bagaimana pentingnya ritme untuk anak-anak. Kita kalau ritmenya berantakan aja, hidupnya (atau perasaannya) jadi tidak tenang, tak menentu. Bagaimana dengan anak-anak ya?

Jumat, 19 Juni 2020

Inner child

ditulis oleh : Bu Kenny

Bagi kita, kalian para orang orang tua, guru, siapa saja, termasuk saya, yang telah hidup puluhan tahun di dunia ini yang masih memiliki sisa luka batin.

Sebuah dongeng dari saya teruntuk kalian dan saya ....



Pada suatu hari. 
Di masa yang lalu, kini, dan nanti. 
Suatu ruang kecil nyaris tak terlihat. 
Teronggok sebuah peti besi tertutup rapat. Terkunci. 
Mahluk kecil terperangkap di dalamnya. Tertidur tak bergeming. 
Lengan dan kakinya mengkerut melindungi dirinya, bagai seorang bayi 
di dalam ruang peranakan sang Ibu. 

Sebuah goncangan mengejutkannya. Lalu ia kembali tertidur. Tak bergeming. 
Sebuah goncangan datang lagi. Kejutan yang membuatnya terjaga. 
Lalu ia kembali tertidur. Tak bergeming. 
Sebuah goncangan datang lagi. Kejutan yang membuatnya terbangun, meronta, berusaha untuk keluar dari dalam peti besi yang tertutup rapat. 


Terkunci. 
Memerangkapnya





Sungguh gaduh suaranya menggedor-gedor peti besi. 
Ku menghampirinya sambil menggenggam kunci emas kecil. 
Ku cari lubang kuncinya. Ku masukan kunci emas ke dalam lubang itu. 
Kuputar perlahan lalu kubuka tutup peti besi itu hati-hati. 

Mahluk kecil itu menyerbu keluar. Kuterperanjat sejenak. 
Namun kubiarkan saja ia berteriak-teriak, berdentum-dentum 
menikmati kebebasannya tak terkendali. 
Kupejamkan mata sambil mengatur nafas. 




Ku hampiri ia perlahan. 
Ia tercenung. 
Kubelai rambutnya. 
Kusentuh pipinya. 
Kugenggam tangannya. 
Kurangkul ia. 
Dan ku berkata lirih 
“Ku tau kau ada di sini.”








Sabtu, 13 Juni 2020

Dari Hati ke Hati

ditulis oleh : Bu Irma

Ada yang bilang kehidupan itu ada di hati Jika hati sudah mati, maka hidup tak lagi berarti
Jika hati dapat memberi arti
Maka harus dijaga jangan sampai mati
Bukan hanya menjaga hati diri sendiri
Namun semua insan yang punya hati
Apalagi bagi yang sudah memberikan hatinya
Bukan hanya dijaga, tapi dihargai dan disyukuri
Karena apa?
Karena ia sudah bersedia membagi kehidupannya untuk hidup orang lain.


Hati berada di tempat yang tersembunyi
Tak tampak, abstrak, dan sulit ditebak
Hanya hati dengan hati yang mampu mengungkap
Apa yang tak dapat terucap
Hingga pengertian dan penghargaan pun muncul tanpa paksa
Menjadikan hidup damai terasa
Menambah syukur atas segala nikmat-Nya yang tak terhingga

Jumat, 12 Juni 2020

Tak Kenal Maka Tak Sayang

ditulis oleh : Bu Mela

“Tak kenal maka tak sayang” sebuah ungkapan klasik yang sering kali aku dengar. 
Untuk kesekian kali aku mengalaminya. 
Saat kamu sayang dengan seseorang, pasti kamu sudah mengenalnya. 
Saat kamu mengenalnya, maka kamu menjadi sayang padanya. 
Sayangi orang-orang yang ada di sekitarmu, hargai dirinya, empati terhadapnya. 
Dan lihatlah apa yang akan terjadi....  

Kamis, 11 Juni 2020

Rupa Cinta

ditulis oleh : Bu Kenny

Jika aku bicara tentang cinta

Maka aku sebenarnya tak mengerti apa itu cinta

Jika aku melakukan sesuatu atas nama cinta

Maka aku sebenarnya tak memiliki cinta

Jika aku memejamkan mata

Setengah tertidur setengah sadar

Maka cinta kan datang

Dalam segala rupa



Jumat, 05 Juni 2020

Laku Sebuah Ilham

ditulis oleh : Bu Kenny

Sinar bulan pemberi terang
Angin bersilir sang juru bisik
Bintang gemerlap penghias malam
Menghantar ilham tak berpawang yang hilir mudik

Saya bukanlah pawang ide. Buah pikiran dari sebuah pohon yang tumbuh subur karena alam semesta dan Penciptanya. Inspirasi yang muncul dari orang-orang di sekeliling. Ilham yang datang dihantar bulan, angin, dan bintang di malam hari.  Dan ketika pagi merekah hingga senja tiba, mentari adalah juru masak sang buah pikiran. Bagi segala gemerlap alam semesta karunia Yang Maha Kuasa, maka laknat dari sebuah kutukan tak kan mempan. 

Hari Rabu tanggal 3 Juni pukul dua siang. 
Terhidang sajian indah sepenuh hati. 
Hasil dari sebuah ide tak berpawang. 
Wujud upaya banyak tangan kanan dan kiri




Kami berkumpul dalam sebuah ruang virtual yang lapang. Pinjaman dari seseorang yang berhati lapang. Dari sekitar 250 orang yang menyatakan ingin hadir, sekitar 170 orang dari berbagai daerah di Indonesia dan negeri seberang dipertemukan dalam sebuah ruang pertemuan yang bertajuk "Menjadi Seorang Guru Waldorf." Lima orang guru menghantarkan sajian yang memiliki ciri khas cita rasa dari sekolahnya masing-masing. 



Moderator : Nanda
Host : Andina
Co-host : Ari & Iwan


"Memahami suatu filosofi bukan berarti menelannya bulat-bulat sebagai sebuah dogma. Keterbukaan kita untuk mempelajari kehidupan merupakan jalan pembuka bagi kita untuk mendekati sebuah kebenaran yang hakiki." - Kenny, guru Jagad Alit Play & Kinder di Bandung -

"Saya merasa diperlukan keterbukaan untuk menggali lagi, belajar lagi. Bukan hanya tentang anak-anak tapi juga mengajari diri sendiri....Dengan belajar, saya merasa sedikit demi sedikit bertumbuh bersama anak-anak. Jadi bukan saya yang mengajari anak-anak, tapi saya yang banyak belajar dari anak-anak. Satu mentor pernah mengatakan You have to have something to be able to give. Apa yang bisa saya berikan..... Memberi menurut saya bukan apa yang saya inginkan sebagai orang tua, orang dewasa atau guru ingin berikan, tapi lebih kepada apa yang anak-anak perlukan."- Puspa, guru Madu Playhouse di Ubud Bali -

"Yang sangat berkesan bagi saya menjadi guru Waldorf adalah di persiapan dirinya.... Kalau kamu terpanggil, kamu harus bersedia untuk merubah dirimu (untuk menjadi a person of initiative, interested in every facet of life, never compromise with untruth and always be fresh, never sour)." - Erika, guru TK Arunika di Bandung -

"Pertemuan dengan Kulila, perjalanan saya sampai dengan hari ini bisa dibilang life changing experience karena aku merasa belajar Waldorf itu tidak hanya belajar bagaimana mendidik anak, tapi bagaimana kita mengenal diri kita, bagaimana kita menjalani kehidupan. Selama ini, anak-anak itu mengajari saya bagaimana menahan diri, tidak reaktif dalam menanggapi sesuatu. Saya juga belajar untuk bersyukur di setiap harinya. Ketika di Kulila, saya belajar menikmati keindahan yang ada di sekitar. Dan saya merasa betul ketika keindahan itu hadir di dalam diri saya, rasa syukur seketika hadir. " - Okta, guru Playgroup dan TK Kulila di Yogya -


"Saya background-nya  belajar psikologi klinis anak di Unpad, jadi rasanya pendidikan Waldorf itu benar-benar memanusiakan manusia, menurut saya....holistik...memenuhi kebutuhan anak sesuai dengan usianya, respect pada anak....pada fase mana anak itu berada. Semua berdasar kebutuhan perkembangan anak itu sendiri."- Demira, guru SD Madu di Ubud Bali -


Sebuah dongeng manis menutup ruang pertemuan kami kala senja kan bergulir malam. Menanti kembali hantaran bulan, angin malam dan bintang. Bagi hadirnya kembali sebuah ide tak berpawang. Dalam segala gemerlap alam semesta karunia Yang Maha Kuasa, dimana laknat dari sebuah kutukan tak kan mempan.







Rekaman zoom meeting Menjadi Seorang Guru Waldorf
Kanal youtube Waldorf Indonesia


Kembali "Normal"

ditulis oleh : Bu Irma

Hari ini akhirnya datang. Hari yang mungkin ditunggu banyak orang dan didoakan. Momen ini disebut-sebut sebagai Normal Baru, dimana kami beraktivitas kembali seperti biasa dengan cara yang baru, yang perlu disesuaikan dengan kondisi saat ini.

Setelah lebih dari 3 bulan kami melaksanakan ritme baru, yaitu ritme "di rumah aja" kerja di rumah, berdiskusi dari rumah, berkarya di rumah, dan segala halnya di rumah, tentunya perlu adaptasi kembali saat harus beraktivitas kembali ke luar rumah. Butuh persiapan baik lahir dan juga batin untuk menghadapi keadaan ini. Hal-hal apa saja? Mari dijabarkan. 

1. Membuat ritme baru
Seperti awal saat pandemi terjadi, kali ini terjadi lagi. Rasanya kita harus semakin membiasakan diri untuk cepat beradaptasi di tengah kondisi yang banyak ketidak pastian seperti saat ini. Ritme tidur hingga tidur kembali perlu di persiapkan dan diatur lagi agar semuanya tetap berjalan baik. Waktu tidur yang mungkin bergeser ke pertengahan malam harus di ubah lagi agar waktu istirahat tetap tercukupi. Jika waktu masak dan bebersih rumah di pagi hari, mungkin bisa bergeser ke sore hari. Perlahan saja dan lakukan saja. 

2. Perlengkapan Diri
Ini penting. Di saat seperti ini memang perlu persiapan lebih. Sebelumnya aku tipe yang santai, jarang bawa perlengkapan diri. Tas dengan isi dompet dan hp rasanya sudah cukup :D. Saat seperti ini perlu sekali perlengkapan diri. Minimal masker, hand santizer/sabun  dan sarung tangan harus ada di dalam tas. Perlengkapan lain seperti botol minum, tempat makan, baju ganti, face shield, dll juga bisa disiapkan jika memang diperlukan. Banyak anjuran protokol kesehatan yang telah beredar yang dapat diikuti.

3. Setting mindset
Ini penting banget. Saat keluar rumah perlu pikiran yang positif dan yakin. Selain ikhtiar secara lahir, secara batin pun sangat perlu. Doa meminta perlindungan kepada Sang Pencipta dan yakin dengan segala ikhtiar yang dilakukan akan baik-baik saja. 

4. Beretika dan saling menjaga
Ini juga harus diperhatikan. Tentu rasanya senang sekali dapat kembali berkumpul, bertemu, bersosialisai secara langsung. Namun mari kita saling menjaga untuk tetap aman bagi diri dan juga orang lain. 

Empat hal tersebut pula yang sedang kami pikirkan untuk dapat mewujudkan momen "Kembali Bersekolah", bukan hanya kami yang kembali tapi anak-anak juga. Tentunya hal ini tidak mudah. Di tengah pandemi dimana setiap orang punya standar keamanan, kondisi kesehatan, situasi lingkungan yang berbeda atau latar belakang pemikiran lain yang berbeda. Bismillah, semoga kami dapat dengan bijak mengambil langkah untuk kebaikan bersama. Bantu kami juga ya untuk mencapai hal itu :). 

Kembali...

ditulis oleh : Bu Mela

Setelah hampir tiga bulan tidak menghirup udara Bandung selain bagian Utara, akhirnya kemarin merasakannya. Selama ini perjalananku hanya sekitar Dago (Superindo, Borma). Ga lebih dari itu. Kembali menaiki jembatan Pasupati, menuruninya lalu kembali melewati Jl. Dr. Djunjunan. Seperti biasa...kalau melewati jembatan Pasupati aku selalu melihat ke arah kanan karena terdapat dua gunung (entah gunung apa namanya) yang kadang terlihat jelas, kadang tertutup awan. Kemarin terlihat jelas bentuknya :) 

Motor suamiku melaju lebih cepat dari biasanya. Sepi sekali. Masih lebih ramai jalanan di sekitar Dago. Banyak yang sepedahan dan lari pagi. Motor dan mobil juga lebih banyak yang berlalu lalang. 


Kembali ke daerah Pasteur, melewati Jalan Babakan Jeruk. Sepi juga. Tampak hanya beberapa orang saja. Tiba di sekolah. Kembali menginjakkan kaki di halaman bermain. Yang pertama kuhampiri adalah pojok kebun. Melihat pohon-pohon yang tadinya pendek dan daunnya belum begitu banyak. Sekarang sudah tinggi dan daunnya lebat sekali. Pohon arbei yang tadinya tingginya ga sampai selututku sekarang sudah hampir sedadaku sepertinya 😅 bunga telang ada dimana-mana, bunga alamanda dahannya semakin tinggi dan bunganya banyak sekali, pohon bunga kamboja daunnya semakin besar sekali, pohon sawo daunnya semakin lebat, pohon pisang daunnya banyak sekali dan sangat besar!  Rumput di halaman bermain juga yang tadinya gundul di beberapa bagian, sekarang sudah tumbuh lagi dan hijau. Sejuk rasanya. Alhamdulillah. Semuanya sehat, semuanya menghirup udara yang semakin segar karena minim polusi selama pandemi ini. Memang berkah. Alhamdulillah....

Jumat, 15 Mei 2020

Orang Paling Berharga dan Berjasa

ditulis oleh : Bu Irma

Semenjak ngajar anak-anak rasanya banyak sekali belajar. Belajar langsung dari mereka. Aku si orang "dewasa" yang lebih banyak pake kepala buat hadapi ini dan itu. Suka bertanya-tanya kenapa dulu orang tua ku begini dan begitu.

Dari situ ku banyak cari tau, banyak diskusi, banyak merenung. Oh dulu mungkin ini alasan orang tuaku melakukan ini dan itu, mencoba memberi kasih sayangnya yg begini bukan begitu, dan lain-lain yang membuatku sadar dan lebih bersyukur atas mereka yang dikaruniakan-Nya untukku.

Terimakasih ibu bapa yang selalu berusaha memahami aku. Terimakasih para orang tua telah mengizinkan anaknya untuk ku banyak belajar dari mereka.
Hingga kapanpun mereka orang paling berharga di hidup ini.


Puisi tentang mereka:

Renung ku mengarah pada sosok istimewa
Ia tampan dan cantik jelita
Bagai pangeran dan putri raja

Tak kusangka raganya bak batu karang,
ombak apapun di hadang
berkali-kali dihantam tak pernah geram

Hatinya entah emas atau berlian
Bisa-bisanya kau indah sekali?
Di dalamnya ada tulus yang tak bisa di hapus
Menjadi sumber kekuatannya selama nafas berhembus

Aku ini manusia beruntung
Ada kepala mereka yang penuh data tentang cara membahagiakanku.
Ada hatinya yang penuh doa dan cinta untukku
Ada raganya yang sibuk memenuhi kebutuhanku dan melindungiku
Namun gilanya, kadang aku masih merasa fakir dengan semua itu 
Terhitunglah dosa demi dosa pada catatan amal ku
Bagai rekening hutang yang harus ku tebus

Ketika ku dengar bahwa lantunan doa yang hanya terucap di 5 waktu sholat tak cukup tuk menembusnya,
ku sadari itu memang tak akan pernah cukup
Tak Mungkin Cukup!
Kau bayar dengan harta dan dunia seisinya pun tak akan setara dengan nilai perlakuannya

Ya Allah jadikan kami hamba yang pantas menembus segala kebaikan mereka dan bawalah mereka yang bernama ibu dan bapak di sisi terbaik Mu
Di Jannah Mu
Aamiin

Rejeki yang Selalu Ada

ditulis oleh : Bu Mela

Tiap hari Senin adalah jadwal kami ngobrol-ngobrol bersama orangtua via zoom. Kemarin ga ada topiknya, ngobrol bebas yang berakhir dengan ngobrol feedback tentang ritme WFH kita selama ini dan tentang kegiatan dan bagaimana anak-anak di rumah. Senang rasanya mendengar feedback dari para orangtua. Ceritanya beda-beda banget, terdengar menyenangkan dan seru! Ternyata...... apa yang dibuat oleh guru-guru sangat dinanti oleh anak-anak :)

Bersyukur sekali berada di lingkungan seperti ini, di kelilingi oleh orang-orang baik yang saling mendukung. Rejeki ga melulu soal materi tapi kesehatan, teman baik, lingkungan yang nyaman merupakan salah (banyak) rejeki yang Allah kasih ke kita. Jangan pernah khawatir ga akan dapat rejeki. Dari salah satu kajian yang aku dengar, ustadznya bilang bahwa rejeki ga akan pernah habis selama kita hidup hingga kita meninggal nanti. Semua sudah diatur, baik yang kecil mau pun yang besar. Maka sebenarnya rasa kekhawatiran akan ga dapat rejeki itu adalah sia-sia. hehehe. Saatnya bersyukur yang banyaaaakkk..... yuuuu....

Kamis, 14 Mei 2020

Pusat Lingkaran

ditulis oleh : Bu Kenny

Ketika kita menggambar sebuah lingkaran. Dimulai dari satu titik dan akan berakhir di titik yang sama. Saat kita menggambar satu lingkaran yang sama berulang kali, seakan titik awal dan titik akhirnya menjadi tak kasatmata. Setiap titik pada sisi lingkaran dapat menjadi awal dan akhir. Sebuah rasa hadir. Rasa menyatu. Semua titik menyatu dan berbaur. 

Ketika kita menggambar satu lingkaran yang sama berulang kali, maka kita akan semakin merasakan kehadiran titik pusat lingkaran. Titik pusat ini pun tak kasatmata. Imajinasi kita yang dapat menghadirkannya. Sebuah rasa hadir. Rasa menyatu. Berpusat pada satu titik yang sama. 

Daya imajinasi pada satu titik pusat yang sama akan memungkinkan kita untuk menggambar lingkaran-lingkaran lain yang lebih besar atau lebih kecil dari lingkaran sebelumnya. Beberapa lapis lingkaran yang ukurannya berbeda-beda namun bentuknya sama. Sebuah rasa hadir. Rasa menyatu. Berlapis namun semua berada pada satu lingkaran yang besar. Semua berpusat  pada satu titik pusat yang tak kasatmata. 

Kini cobalah (atau bayangkan) masing-masing dari kita adalah titik-titik sebuah lingkaran. Berdiri melingkar...membentuk lingkaran. Lalu bersama-sama bergerak ke samping. Lalu cobalah (atau bayangkan) masing-masing dari kita bergerak maju mendekati titik pusat. Dan kemudian bergerak mundur menjauhi titik pusat.



Kita dengan berbagai perbedaan. Dalam satu lingkaran. Berbaur. Ketika kita bergerak, apa yang dapat menjaga bentuk lingkaran menjadi satu lingkaran yang sama dan tak terputus serta tetap berpusat pada satu titik imajiner? Apa satu titik imajiner itu? 

Niat.... Niat yang tulus. Dari sanubari. Dari nurani. Dari nurani yang tak pernah berpihak pada siapapun. Nurani yang suci yang sejatinya dimiliki setiap insan. Berasal dari Yang Maha Pencipta. Bergandengan erat menjaga sang nurani berada di pusatnya. 


Catatan :
Lihatlah proses menggambar anak. Bentuk awalnya adalah scribbles. Titik datang dari arah atas luar. Lingkaran sembarang atau spiral scribbles terbentuk. Wujud lingkaran makin nampak. Lalu sekitar usia tiga tahun, satu titik tampak di tengah lingkaran. Menakjubkan!








Jumat, 08 Mei 2020

Memang Berbeda

ditulis oleh : Bu Mela

Semalam aku melihat bulan yang sangat indah. Cahayanya sangat terang, bulat utuh dan begitu dekat dengan atap rumah. Bulan penuh pertanda memasuki pertengahan bulan. Tak terasa Ramadhan sudah setengah jalan. Setelah menjalani setengah perjalanan di bulan Ramadhan ini, memang terasa sangat berbeda. Sepi sekali. Jauh dari keluarga. Biasanya kalau awal Ramadhan aku berkumpul bersama keluarga. Aku dan keluargaku tinggal di kota yang berbeda. Untuk mengobati sedikit rindu, tiap hari kami selalu video call, terutama saat waktu sahur dan berbuka puasa. Terima kasih teknologi! 


Awalnya aku merasa khawatir & cemas saat tau bahwa Ramadhan bersamaan dengan pandemi. Tapi ternyata... pandemi membawa berkah tersendiri di bulan Ramadhan. Ramadhan di rumah aja bagiku sangat menyenangkan. Banyak waktu untuk belajar banyak hal, mengevaluasi diri sehingga menjadi lebih kenal dengan diri sendiri lagi, lagi dan lagi. Alhamdulillah... Memang semua yang terjadi pasti ada hikmahnya. Berharap setelah semua ini rampung, akan menjadi lebih baik. Manusia terhadap makhluk ciptaan Tuhan yang lain akan bisa lebih saling menghargai. 


Doaku semoga keluarga & teman-teman yg kini terpisah jarak bisa merasakan hikmah dari pandemi ini 🙏

Titik Terang

ditulis oleh : Bu Irma


Pada malam ke-15 Ramadhan langit tampak begitu Indah. Jernih, terlihat bintang-bintang bertebaran. Ada satu cahaya yang begitu terang. Bulan, seperti bohlam raksasa yang menerangi seluruh alam. Menerangi pikiran dan hati ku.




Aku mencoba merenungi apa yang terjadi pada diriku dari awal tahun ini hingga detik ini. Aku menghela nafas panjang dan mencoba mensyukuri semua yang terjadi. Semakin gelap malam, semakin terlihat sekecil apapun cahaya yang mucul. Mencoba menangkap hikmah dan melanjutkan perjalanan dengan lebih baik dan lebih bermakna.

Setengah ramadhan telah berlalu. Mari kita manfaatkan ramadhan yang masih tersisa dengan meluruskan segala niat dan tujuan hidup. Menjernihkan hati dari berprasangka. Menginjak rem sebelum melakukan ke jahilan. Memaksimalkan mebebar kebaikan dari apa yang sudah dibekali Tuhan.

Satu kutipan yang ku ingat dari guruku.

"Lakukanlah semampu kalian dalam beramal. Jika bisa 100% lakukan 100%, jika mampu 90% lakukan 90%, seterusnya hingga jika kita hanya mampu melakukan 1%, tetap lakukan 1% tersebut."

Semoga apa yang kita usahakan, meski jauh dari sempurna, jauh dari ideal, tetap bisa menghantarkan kita menjadi individu yang lebih baik lagi.

Kamis, 30 April 2020

Setitik Pemikiran tentang Imajinasi

ditulis oleh : Bu Kenny

Fantasi dan imajinasi. Merupakan tahap awal proses berpikir anak. Ketika anak bermain, ia menggunakan berbagai objek yang ada di sekitarnya. Seringkali objek-objek ini digunakan bukan sebagai fungsi yang semestinya. Bantal-bantal kursi dijadikan perahu atau jembatan. Anak masuk ke dalam laundry bag, yang baginya adalah sebuah mobil. Guling-guling disusun berjejer menjadi rangkaian kereta api. Berbagai peralatan dapur dijadikan alat musik. Bunga, ranting, pasir, tanah menjadi bahan-bahan untuk memasak. Objek yang ditemui anak, bisa menjadi apa saja. Inilah fantasi. 



Saat anak berusia sekitar 4-5 tahun, ia mulai merancang permainannya. Ia ingin berperan sebagai petugas pemadam kebakaran. Ia mencari objek-objek yang bisa dijadikan alat untuk bermain pemadam kebakaran. Potongan kayu menjadi selang airnya. Ia ingin berperan sebagai seorang puteri. Kain-kain dililitkan menjadi gaunnya. Ia ingin menjadi penjual makanan. Biji-biji pinus dan batu menjadi ikan goreng. Tanpa objek di hadapannya, ia membayangkan sebuah konsep, lalu mencari objek yang dapat mewujudkan konsep di kepalanya. Inilah imajinasi. 




Apakah orang dewasa memiliki fantasi dan imajinasi? Tentu saja atau mungkin saja. Namun tak sehebat fantasi dan imajinasi anak. Mengapa? Karena kita sudah dipenuhi oleh pemikiran-pemikiran yang (menurut kita) logis, yang seringkali membuat kita tidak lentur dalam berpikir. Apakah hal ini akan mempengaruhi kita untuk memperoleh inspirasi dalam ranah feeling dan mempengaruhi kita dalam melakukan sesuatu berdasarkan intuisi? Itulah bahasan yang dibawakan oleh salah seorang orang tua murid, Bu Nanda, pada sesi ngobrol bersama orang tua hari Senin yang lalu. 

Saya tidak akan membahasnya disini. Karena nalar belum mampu mengkolaborasikan antara imajinasi, inspirasi, dan intuisi. Namun ada yang mampir di kepala saya. Saat kita dipertemukan dengan seseorang. Kita tahu orang itu. Bahkan kemudian kita bisa mengenal orang itu. Kita terlibat dalam berbagai interaksi dengan orang tersebut. Tetapi apakah kita memahami orang itu? Apa yang dia pikirkan? Apa yang dia rasakan? Mengapa ia mengambil keputusan itu? Mengapa ia melakukan hal tersebut? Kita mencoba memahami orang tersebut, namun  tak mudah. Kita mencoba menerima orang tersebut, tetapi cukup sulit. Proses apa yang terjadi saat kita mencoba memahami dan menerima seseorang dengan segala kondisi yang dimiliki orang tersebut? Mungkin banyak sekali prosesnya namun seperasaan saya salah satunya adalah proses imajinasi. Kita membayangkan diri kita ada pada posisi orang tersebut. Kita membayangkan apa yang ia alami. Kita membayangkan apa yang ia rasakan. Semua kita lakukan tanpa kehadiran objeknya yaitu orang yang bersangkutan dalam artian kita tak bisa "melihat" pikiran dan perasaan orang itu. Kita bisa melihat apa yang ia lakukan, namun yang terlihat hanyalah yang ada di permukaan. Imajinasi kita harus bekerja. 




Empati menjadi satu kata yang sangat penting dalam kehidupan kita sekarang. Empati terhadap orang lain....empati terhadap bumi dan seisinya. Empati adalah kemampuan dengan berbagai definisi yang berbeda yang mencakup spektrum yang luas, mengalami emosi yang serupa dengan emosi orang lain, mengetahui apa yang orang lain rasakan dan pikirkan, mengaburkan garis antara diri dan orang lain. Bukankah imajinasi masuk ke dalam spektrum yang luas itu? Jika iya, maka apakah kita masih pantas mengesampingkan proses bertumbuhnya imajinasi pada diri seorang anak? Apakah kita masih lebih mendewakan proses intelektualisasi yang kaku bagi seorang anak?