Sabtu, 27 Februari 2016

Kunjungan

Sebelum memilih dan mendaftarkan anak ke suatu sekolah, alangkah baiknya kita mengenal terlebih dahulu konsep sekolah tersebut, karena pada dasarnya setiap pendidikan mengajarkan kebaikan, setiap sekolah berusaha memberikan yang terbaik. Hanya saja apakah konsep dan cara sekolah tersebut sesuai dengan kebutuhan anak kita? Sekolah yang baik menurut orang lain belum tentu baik menuruk kita karena kebutuhan anak berbeda-beda.



Oleh karena itu Jagad Alit mengharuskan setiap orang tua untuk melihat dan mengenal terlebih dahulu konsep pendidikan Waldorf dan bagaimana kami mengantarkan konsep tersebut. 




“Receive children in reverence, educate them in love, and let them go forth in freedom.” Rudolf Steiner.




Periode kunjungan 22 Feb - 30 Maret 2016 setiap hari Senin jam 13.00 dan Rabu jam 10.00 serta hari Sabtu 26 Maret jam 10.00

Rabu, 24 Februari 2016

Catatan dari free parenting discussion - 20 Feb 2016

Acara parenting kali ini berupa sharing dan diskusi mengenai tantangan-tantangan yang dihadapi dalam mendampingi anak dan bagaimana Waldorf dapat membantu menghadapi tantangan ini.
Seru sekali diskusinya! Banyak pertanyaan yg situasinya seperti ini : anak saya begini, saya sudah melakukan ini, tetapi tetep aja anak saya begini...hehe..

1. Tanya : 
Pada saat public talk bersama Edith, dikatakan bahwa sebaiknya jangan memberi nama pada perasaan anak. Apakah itu karena ketika kita mencoba memberikan nama pada perasaan anak, kita malah akan sibuk berusaha mengartikan perasaan anak dan bukannya mencari solusi?

      Jawab : 
Anak di bawah usia 7 th masih berada dlm tahapan dreamy unconscious mind. Feeling/perasaan berada dlm domain unconscious, maka sebaiknya kita tetap menjaganya berada dalam domainnya tsb. Jika kita “membangunkan” anak terlalu cepat dari dreamy unconcious mind ini maka dlm perkembangannya anak akan anxious, nervous, clumsy, awkward. 

Jika memang benar-benar terlihat dari tingkah laku anak dan kita yakin (benar-benar yakin) akan apa yang sedang dirasakan anak, misal marah, maka bisa saja kita mengatakan, “Oohhh...kamu sedang marah ya...,” kemudian lanjutkan dengan fakta situasi yg sedang dialami. 
Namun yang seringkali terjadi adalah kita berpersepsi/mengambil kesimpulan/memutuskan/
menghakimi apa yang dirasakan anak. Misal anak menangis, lalu kita mengatakan, “oohh...kamu sedang sedih ya..” padahal belum tentu anak menangis karena sedih, bisa jadi ia sedang kesal atau mungkin marah. Nah, ketika kita keliru mengartikannya, tangisan anak malah makin menjadi karena ia semakin kesal. 

2. Tanya :
Saya pernah baca bahwa jika anak rewel, maka itu seperti “wave” atau “gelombang laut” yg akan datang dan pergi sewaktu-waktu. Maka ketika anak saya usia 4 th rewel, saya akan memberikan beberapa alternatif solusi, dan biasanya anak saya akan menolak semua alternatif solusi itu dan dia akan menyebutkan 1 hal yang tdk ada di dlm alternatif itu dan tdk mungkin dilakukan. Dan ketika saya menolaknya, dia akan bertambah rewel dan kemudian saya akan berkata “waahhh...ini wave-nya sedang datang yaaa...kita tunggu aja sampe wave-nya pergi ya.” Biasanya sih anak saya itu akan diam dan tdk rewel lagi. 

     Jawab :
Ketika dalam kepala kita sdh terbentuk persepsi bahwa anak kita adalah anak yang suka rewel, nakal, ga mau diem, dll, maka kita akan memberikan respon negatif setiap kali anak menunjukkan perilaku yg tdk menyenangkan. Kemudian anakpun akan semakin menunjukkan perilaku yg tdk menyenangkan tsb. Demikian seterusnya..the battle will not over!
Anak di bawah usia 7 th belum bisa menggunakan logika berpikirnya. Belum bisa membedakan mana yg baik dan mana yg buruk. Mereka akan melakukan apa yg mereka sukai, kapanpun mereka mau. Kenapa? Karena they live in their physical body not in their head. Justru ketika mereka bersikukuh melakukan sesuatu, itu artinya “will” mereka sedang diasah (ingat konsep willing, feeling, thinking dlm pendidikan Waldorf)

Lalu apa sebaiknya yg kita lakukan? 
Pertama, ubah persepsi bhw anak kita adalah anak yang suka rewel, nakal, ga mau diem, dll. Jangan berpikiran bhw “mereka melakukan ini pasti ada tujuannya!” Mereka melakukan ini karena ingin membuat kita kesal!” Ubah persepsi itu. Anak di bawah usia 7 th itu sedang belajar! Belajar ttg segala hal. Maka tugas kita adalah memberikan bantuan. Mendisiplinkan anak artinya memberikan bantuan kepada anak, bukan memberikan respon negatif misal membentak atau memberikan sangsi kepada anak. 

Kedua, sebaiknya jangan memberikan pilihan terlalu banyak kpd anak. Hal ini justru akan membuat mereka merasa tidak “aman.” Tentukanlah 1 hal utk anak atau berikan 2 pilihan kepada anak. 

Ketiga, kita harus terus ingat bahwa di bawah usia 7 th, anak masih berada dlm tahap dreamy unconsious mind. Memberikan penjelasan yg sifatnya ilmiah akan “membangunkan” anak dari dreamy unconcious mind. Berikanlah penjelasan yg imajinatif tetapi mengandung nilai kebenaran. Hal ini jg dpt membantu mengalihkan perhatian anak dari apa yg membuat mereka kesal.
Maka, jika saya gabungkan jawaban pertanyaan yang kesatu dan kedua, mungkin bisa spt ini 
“Adik sedang ngerasa ga enak ya (kalau kita tdk yakin benar apa yg anak rasakan),  karena adik masih mau main, belum mau mandi (fakta situasi). Kalau gitu, kita cari sesuatu diluar yu, dan setelah itu adik mandi (mengalihkan perhatian). Waahh..biasanya diluar sini banyak belalang, tapi ko sekarang ga ada ya...eh kayanya belalangnya sedang pada mandi.” Lalu adik menjawab (perhatiannya mulai teralihkan), “belalang kan ga mandi!” Pasti kita akan bingung mencari-cari jawaban yg tepat. Coba cari jawaban yg imajinatif tapi mengandung kebenaran, “belalang itu mandi, tapi mereka mandi dg cara mengosok-gosokkan kakinya spy badannya bersih. Nah skrg adik mandi dl ya, nanti kita cari lagi belalangnya, siapa tau mereka pada keluar setelah mandi.”
Contoh di atas benar-benar saya lakukan dan berhasil..hehe..

3. Tanya :
Anak saya takut kalau berada di dapur. Takut “sesuatu” yg ada di dapur (mungkin takut hantu ya....lupa lag takut apa..). Gimana ya supaya dia ga takut?

     Jawab :
Rasa takut itu biasanya muncul karena ketidaktahuan. Oleh karena itu perlu untuk mencari tahu sumber rasa takut. Misal ada bunyi-bunyian aneh, maka carilah sumber bunyi-bunyian tersebut, sehingga kita bisa memberikan rasa aman kpd anak karena telah mengetahui sumber ketakutannya. Lalu kita bisa ajak anak lebih sering beraktivitas di dapur. Dengan demikian anak menjadi terbiasa. 


4. Tanya :
Saya membiasakan diri untuk berkata dan bersikap jujur kepada anak saya. Tetapi jika orang lain berkata tidak jujur kepada anak saya (mungkin berbohong utk kebaikan) dan kemudian anak saya tahu bahwa itu jujur, lalu bertanya kepada saya kenapa orang tersebut berbohong, apa yang harus saya katakan?

    Jawab :
Sangat penting bagi anak di bawah 7 tahun utk melihat dan merasakan bahwa “the world is good” dalam arti yang luas, termasuk menanamkan nilai-nilai kebaikan sehingga ketika dewasa nanti, mereka benar-benar mengerti mana yang baik dan mana yang buruk. Biar bagaimanapun juga, kalau menurut saya, berbohong itu sesuatu hal yang buruk. Katakan saja bahwa orang tsb mengatakan hal yang tidak jujur. Kalau kemudian anak bertanya kenapa orang itu tidak jujur, katakan saja mungkin orang tsb tdk tahu/bingung bagaimana cara menyampaikan sesuatu dg jujur. Point tambahan : Misal orang itu melarang anak utk bermain keluar malam-malam, kemudian ia mengatakan “iihh...adik jangan keluar, nanti ada yang nyulik lo...” Kita bisa berkata kepada anak bahwa org tsb bingung bagaimana caranya supaya adik tdk bermain diluar malam-malam. Kita berkata jujur dan tidak berkata bahwa orang itu berbohong karena sayang sama adik..karena maksudnya baik. Kalau kita berkata demikian, maka anak akan menirunya...boleh berbohong asal maksudnya baik. Sedangkan anak di bawah 7 tahun belum bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Maka bisa jadi dia akan berbohong utk segala hal yang dia anggap baik. Misal dia akan mengatakan bahwa tadi dia tdk makan permen, karena kan maksudnya baik...supaya tdk dimarahi orang tuanya...hehe...

5. Tanya :
Bagaimana memberikan gambaran bahwa dunia ini baik dan aman? Kalau anak mau melakukan sesuatu yang berbahaya, misal nyebrang jalan ga mau dipegang tangannya, apakah boleh mengatakan “bahaya lo...”

    Jawab :
Memberikan gambaran kpd anak dg cara yg imajinatif adalah melalui dongeng. Pilih atau buat sendiri dongeng/cerita yang sesuai dengan usia anak, berikan dongeng yang sama setiap hari selama kurang lebih 2 minggu, dan tdk perlu memberikan pesan moral di akhir cerita. Dongeng yg berisi karakter jahat atau dongeng yang sedih boleh saja diberikan kpd anak sesuai dg usianya. Anak akan mengetahui bahwa di dunia ini ada yg baik dan ada yg jahat. Tapi di akhir cerita, tokoh baiklah yg menang/hidup bahagia shg nilai-nilai kebaikan tertanam dlm diri anak. 
Ketika kita bermaksud melarang anak, ganti kata “jangan” dg kata/kalimat positif. Ganti kata “bahaya” atau “hati-hati” dg 1 kalimat yg nyata. Kata “bahaya” atau “hati-hati” adalah kata yg abstrak bagi anak, shg anak seringkali tdk mendengar kata itu. Lebih baik katakan “kita akan menyebrang jalan yang rame, pegangan tangan ya spy adik ga ketinggalan nyebrangnya.” Point tambahan (baru kepikiran sekarang...) : Biasanya ada jg anak yg ga mau dibantu. Ingin menunjukkan bhw ia bisa melakukan sesuatu sendiri. Nah kita balik aja, “Jalanannya rame, adik bisa ya bantu Ibu nyebrang jalan...pengangin tangan Ibu ya...”  hehe...


6. Tanya :
Bagaimana menangani agresivitas anak saat bermain dg anak lain? Terutama saat anak belum mau berbagi.

    Jawab :
Anak belum mengenali konsep berbagi, maka berikanlah contoh ttg konsep berbagi. Misal : “Adik pengen kue yg Ibu makan ini ya? Ini Ibu kasih adik ya...” Kemudian ketika anak mau berbagi sesuatu, tunjukkan bahwa kita menghargai tindakannya  itu, “Wah adik baik deh, mau berbagi mainan bersama kakak.” 

Jika terjadi konflik, maka yg perlu diingat adalah : Konflik itu perlu! Agar anak dpt mengenali dan menyikapi masalah. Sampai pd batas ttt, biarkan anak “menyelesaikan” masalahnya sendiri. Namun ketika kita merasa bahwa kita perlu campur tangan, maka hal penting yg perlu diingat adalah : jangan menghakimi! jangan menyalahkan salah 1 pihak. “tuh kan...adik sih ngerebut mainannya kakak, jadi kakak sedih deh...” Bersikaplah netral!
Point tambahan : bisa dibaca bbrp artikel ini ya...


Nah, kira-kira itu yg kita diskusiin beserta bbrp tambahan yg baru kepikiran plus hasil googling minus bbrp hal yg mgkn kelupaan..hihi...

Makasih ya Ira dan Mba Ami yg sdh bantu ngingetin catetan pertanyaan dan jawabannya
Sampe ketemu di acara free parenting session bulan depan!