Sabtu, 07 Mei 2016

Memilih cerita dan buku cerita sesuai usia anak

May 17 (09.00-11.30) 
STORYTELLING ENHANCES THE STRENGTH OF THE CHILD'S SOUL 
What kind of stories shall we tell to our kids at what age? 
Choose the right picture books.


Ajindra dan Pohon Apel

Di padang rumput yang hijau, berdiri kokoh pohon apel dengan daunnya yang rimbun dan buahnya yang ranum memerah. Ajindra, seekor domba kecil berbulu putih, sangat senang bermain di dekat pohon apel tersebut. Setiap hari, ketika senja tiba, Ajindra selalu datang berkunjung. Ia akan merebahkan tubuhnya di bawah rindangnya dedaunan pohon apel tersebut, setelah seharian mengelilingi padang rumput. Di kala hujan turun, dedaunan itupun akan melindunginya dari terpaan angin dan air yang mengguyur.

Ajindra selalu datang dengan sebuah cerita setiap harinya. Pohon apel itu adalah sahabatnya. Tempatnya bercerita. Tempatnya menumpahkan kesedihannya, sekaligus juga tempat ia membagi kebahagiaan. “Wahai pohon apel, hari ini aku merasa kesal dan sedih. Ketika aku sedang bermain berkejar-kejaran bersama teman-temanku di sebuah kebun, Bapak pemilik kebun mengusir kami dan menuduh kami telah merusak tanaman-tanaman di kebunnya.” Di lain hari, Ajindra bercerita tentang kegembiraannyanya, “Wahai pohon apel, hari ini aku senang sekali karena mendapatkan teman baru. Temanku itu berkata kepadaku bahwa ia ingin selalu bermain denganku. Katanya, aku ini seekor domba yang lucu dan menyenangkan.” Kalaupun tidak ada suatu peristiwa yang menarik untuk ia bagi, Ajindra tetap mendatangi sang pohon apel untuk sekedar menyapanya. “Hai pohon apel, bagaimana harimu? Seharian ini aku hanya bermain biasa saja bersama teman-temanku. Berlarian, berkejar-kejaran dan menikmati rumput hijau di padang ini.”

Apapun yang diceritakan oleh Ajindra selalu ditanggapi dengan senyuman sang pohon apel. Terkadang Ajindra merasakan lambaian dedaunan pohon tersebut membelai wajahnya lembut ketika Ajindra menceritakan kesedihannya. Terkadang pula satu atau dua buah apel tiba-tiba terjatuh ketika Ajindra menceritakan kekesalannya. Buah apel yang segar ini memberikan ketenangan ketika Ajindra mengigit dan mengunyahnya. Ya, hanya itu saja. Pohon apel tidak pernah berkata apapun untuk menanggapi cerita Ajindra. Lama-kelamaan Ajindra berpikir, “Tidak ada gunanya aku berbicara kepada pohon itu. Dia tidak akan mengerti apa yang aku katakan. Dia tidak pernah bisa menghiburku atau memberiku saran ketika aku menghadapi masalah.”

Beberapa hari kemudian Ajindra tidak lagi mengunjungi sang pohon apel. Namun pada suatu sore Ajindra merasa rindu pada sang pohon. Ia kemudian bergegas untuk pergi ke padang rumput tempat ia biasa menjumpai sang pohon. Tetapi apa yang dilihatnya kali ini membuatnya sangat terkejut. Dedaunan yang biasanya hijau rimbun, telah berubah menjadi kering kecoklatan. Buah apel yang biasanya tampak ranum memerah sekarang sudah tidak tampak lagi. Batangnya yang kokoh, sekarang terlihat lesu. Pohon apel tersebut tidak dapat tersenyum lagi. Barulah Ajindra menyadari bahwa selama ini meskipun sang pohon hanya bisa tersenyum ketika Ajindra berbagi cerita, namun senyum itulah yang sangat dibutuhkan Ajindra. Meskipun sang pohon hanya diam, namun belaian lembut dedaunan sang pohon dapat mengurangi kesedihannya. Segarnya buah apel dapat menenangkan kekesalannya. Ajindra baru menyadari bahwa sang pohon adalah sahabat setianya tempat ia berbagi segala kejadian yang ia alami. Ajindra, sang domba kecil kemudian berdoa dengan sepenuh hati agar sang pohon bisa kembali seperti sedia kala. Doa yang dipanjatkan sepenuh hati ini terjawab. Beberapa hari kemudian hujan turun mengguyur padang rumput. Pohon apel kembali bisa tersenyum dan menjadi sahabat Ajindra berbagi segala cerita.



Dongeng ttg Ajindra ini dibuat agar anak dapat merasakan bahwa orang tuanya selalu menjadi tempat dimana ia dapat menceritakan apa saja yang ia alami atau rasakan. Agar ia tidak menyimpan sendiri kegundahan ataupun kesedihannya. Pun agar ia membagi kebahagiaannya.

Cerita ini sederhana, menggunakan metafora dan pesan moral tidak disampaikan secara langsung. Ketika berceritapun  tidak menggunakan ekspresi yang berlebihan.

Membuat cerita sendiri ataupun mengambil cerita dari buku tentunya dapat menjadi media yg lebih efektif utk menyampaikan pesan. Tetapi cerita atau buku spt apa yg sesuai utk anak berdasarkan usianya?

Bagi para orang tua, pendidik, ataupun teman-teman yg berprofesi sebagai pendongeng, mudah-mudahan materi tgl 17 Mei nanti akan menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar