Tampilkan postingan dengan label sekolah waldorf. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sekolah waldorf. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Oktober 2017

WALDORF GRADE SCHOOL TEACHER TRAINING




WALDORF GRADE SCHOOL TEACHER TRAINING5 SEMESTERS PART TIME

Waldorf Grade School Teacher Training adalah pelatihan yang ditujukan kepada para orang tua, guru, pemerhati pendidikan dan pihak-pihak lain yang terkait dengan tumbuh kembang dan pendidikan anak. Training ini diberikan dalam bentuk part-time selama tiga tahun (lima semester). Setiap tahun terdiri dari dua semester, yaitu sekitar bulan Oktober dan April. Masing-masing pertemuan akan berlangsung selama sekitar 8-11 hari.
SEMESTER PERTAMA
WAKTU : 13 November- 25 November 2017
TEMPAT : Eco Camp Bandung, Jl. Pakar Barat (Dago) no.3
MAIN LECTURER : Horst Hellmann. 

Seorang guru dan trainer yang sudah berpengalaman membantu mendirikan sekolah Waldorf di beberapa negara Asia (Filipina, Thailand, Taiwan, Singapura), Australia dan juga di negara asalnya Berlin, Jerman. Ia juga mendesain Waldorf teacher training di Filipina semenjak tahun 2004 dan sudah berjalan lebih dari 10 tahun. Ia juga pernah memberikan public talk pada tahun 2016 di Bandung dan Bali.


MATERI TRAINING SEMESTER PERTAMA 
Keseluruhan training yang akan diberikan meliputi dua tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu usia 0-7 tahun dan 7-14 tahun. Kedua tahapan ini tentulah akan menjadi fondasi bagi pertumbuhan anak di tahapan selanjutnya yaitu 14-21 tahun.
Pendidikan Waldorf merupakan pendidikan yang menyeluruh, bukan hanya menekankan pada aspek intelegensia saja (thiingking), tetapi juga menekankan pada aspek willing (usia 0-7 tahun) dan feeling (7-14 tahun).

Pada tujuh tahun pertama kehidupannya, anak belajar melalui apa yang ia lihat, dengar, dan rasakan dari proses imitasi orang-orang di sekitarnya. Anakpun belajar dari apa yang ia alami sendiri. Empat indera dasar yaitu sense of touch, life, balance, dan movement akan menjadi dasar bagi perkembangan delapan indera lainnya.

Pada pendidikan Waldorf, science, arts, dan spiritual merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan. “Children live in the harmony of science, arts, and spiritual.” Oleh karena itu banyak materi yang diberikan dengan bantuan media seni seperti : water color painting, crayon drawing, bees wax/clay modelling, knitting, recorder playing, singing, outdoor games, speech and drama, nursery rhymes,storytelling, dan eurythmy. Rhythm, repetition, dan reverence akan mengantarkan anak dalam proses pembelajarannya.

Berdasarkan gambaran singkat tersebut, maka pada semester pertama ini, materi akan melingkupi :

INTRODUCTION/ FUNDAMENTALS OF WALDORF EDUCATION : 
• 12 senses, 3fold and 4fold human being, and 9 fold human being
• Inner development of teacher and Self-transformation 
• Rhythms of the day, week, month, year
• Overview of child development in 7-year-rhythms
• Importance of the first 7 years
• The 4 lower senses
• Nutrition
• Play and games
• Media, as a problem
• Story telling in Kindergarten
• Childhood diseases

Para peserta juga akan juga akan diajak untuk melukis menggunakan cat air dengan teknik wet on wet, menggambar dengan menggunakan block crayon, clay modelling, dan memainkan recorder.


Info dan pendaftaran : bdgwaldorf.gstt@gmail.com


Selasa, 05 Januari 2016

OPEN FOR REGISTRATION IN FEBRUARY 2016

In the first week of this new year of 2016 we officially want to share this good news

Semoga sekolah ini dapat menjadi cahaya penerang sekaligus angin penyejuk yang mengantarkan langkah-langkah kecil putra putri kita memasuki jagad luas di hadapan mereka


Bagi para orang tua yang tertarik, mohon kontak kami via email jagadalit.waldorfschool@gmail.com

Rabu, 09 Desember 2015

Konsep Pendidikan Waldorf

Buat teman-teman yang bertanya ttg konsep pendidikan Waldorf, mudah-mudahan tulisan yang agak panjang ini bisa memberikan gambaran.

Pendidikan Waldorf
Rudolf Steiner (1861-1925)


TUJUAN 
Menghasilkan individu yang mampu, dalam diri dan dari diri mereka sendiri, memberi makna bagi kehidupan mereka.

Ini artinya sangat dalam. Coba tanya pada diri sendiri apakah sepanjang usia kita ini kita sudah mengetahui apa makna kehidupan kita? Dalam menjalankan peran kita sebagai orang tua, guru, ataupun peran yang berkaitan dengan profesi kita, nilai dan manfaat apa yang sudah kita berikan bagi diri kita sendiri dan orang lain? Ketika kita kuliah, apakah tujuan kita hanya sekedar mendapatkan nilai baik untuk bisa diterima bekerja di suatu perusahaan? Ketika sudah bekerja apakah tujuan kita hanya uang dan karir? Atau bekerja dengan label demi kepentingan anak ataupun keluarga tetapi kemudian ternyata kita hanya menyuplai kebutuhan material mereka dan lupa bahwa anak dan keluargapun butuh waktu, perhatian, kasih sayang, dan pengasuhan serta pendidikan yang tepat?

Coba tanya pada diri sendiri berapa jam dalam sehari kita punya waktu yang benar-benar didedikasikan pada anak kita? Benar-benar fokus mengobrol santai, bermain bersama anak, memasak untuk keluarga, dan kegiatan lainnya yang berfokus pada keluarga.

Seringkali terjadi, “doktrin” yang kita berikan kepada anak adalah : “Sekolah yang rajin ya, supaya nilainya bagus.” Karena tujuannya adalah supaya nilainya bagus, segala cara akan ditempuh anak asalkan nilainya bagus. Termasuk misalnya copy paste tugas dari temen, browsing bahan tugas tanpa memperhatikan sumbernya bisa dipercaya atau tidak. Yang penting adalah nilai bagus, ilmunya dikuasai atau tidak, itu masalah nanti....

Tujuan dari pendidikan Waldorf, 
Menghasilkan individu yang mampu, dalam diri dan dari diri mereka sendiri, memberi makna bagi kehidupan mereka dapat dicapai dengan memberikan pendidikan secara menyeluruh, bukan hanya fokus pada intelegensia ataupun kognitif anak saja tetapi melalui TANGAN, HATI, dan KEPALA. 
Apa yang dikerjakan oleh tangan, akan membangun keinginan yang kuat yang berasal dari dalam dirinya sendiri, (bukan karena orang lain) untuk mengerjakan sesuatu (WILLING). 
Apa yang meresap masuk ke dalam hati, akan dirasakan oleh anak sebagai sesuatu hal yang menyenangkan (FEELING). 
Apa yang masuk ke dalam kepala, akan menstimulasi proses berpikir anak (THINKING).

Integrasi (bukan hal yang terpisah-pisah) dari willing, feeling, thinking melalui tangan, hati, dan kepala merupakan ciri khas dari pendidikan Waldorf dalam memberikan pendidikan yang utuh bagi anak sehingga nantinya mereka akan mampu menemukan makna dalam kehidupan mereka.
Coba tanya pada diri sendiri, berapa banyak orang dengan profesi/perkerjaan tertentu yang “terpaksa” menjalankan profesinya karena tuntutan kebutuhan? Bagaimana hasil pekerjaan mereka?

Melalui pendidikan yang terintegrasi ini, anak diharapkan akan mampu menghasilkan sendiri sebuah solusi, bukan meniru solusi yang sudah ada; mampu berpikir, bukan menghafal; melakukan inisiatif (self motivation) bukan menunggu perintah.

Pendidikan yang menyeluruh ataupun terintegrasi ini diberikan dengan memperhatikan perkembangan alamiah anak. Berdasarkan perkembangan fisik dan psikologis anak, secara umum, Rudolf Steiner membagi tahapan perkembangan anak menjadi 3 kelompok usia, yaitu 0-7th, 7-14th, dan 14-21th.
Hal ini dikaitkan dengan tahapan perkembangan indera anak. Steiner mengemukakan 12 indera yang fokus pengembangannya berdasarkan ketiga kelompok usia tersebut. 

Pada kelompok usia 0-7th, fokus pengembangan pada indera tingkatan pertama (LOWER SENSES), yaitu indera peraba (SENSE OF TOUCH), indera yang berkaitan dengan kesehatan baik secara fisik ataupun psiklogis (SENSE OF LIFE), indera gerak (SENSE OF MOVEMENT), indera keseimbangan (SENSE OF BALANCE).

Pada kelompok usia 7-14th, fokus pengembangan indera tingkatan kedua (MIDDLE SENSES), yaitu indera penglihatan (SENSE OF SIGHT), indera penciuman (SENSE OF SMELL), indera perasa (SENSE OF TASTE), indera yang berkaitan dengan temperatur baik secara fisik maupun psikologis (SENSE OF WARMTH).

Pada kelompok usia 14-21th, fokus pengembangan pada indera tingkatan ketiga (HIGHER SENSES), yaitu (SENSE OF HEARING), indera bicara (SENSE WORD/SPEECH), indera pemikiran (SENSE OF THOUGHT), indera individualitas (SENSE OF EGO).
Perkembangan lower senses akan mempengaruhi perkembangan higher senses, dimana higher senses ini bukan hanya berfokus pada diri sendiri tetapi juga pada kehadiran orang lain. Kemampuan mendengarkan orang lain, memahami perkataan orang lain, empati terhadap orang lain.

Pada pendidikan Waldorf, proses pembelajaran sangat memperhatikan kemampuan anak berdasarkan usianya. Anak usia 0-7th belajar melalui proses imitasi dari apa yang ia lihat (IMITATION). Anak usia ini akan melihat dan menyerap segala sesuatunya sebagai suatu hal yang baik yang ada di dunia ini. Mereka akan meniru apa yang mereka lihat karena mereka menganggap semua yang dilihat adalah hal yang baik untuk ditiru (ketika kita melakukan hal yang buruk, maka anak tetap akan menirunya).  Anak usia 7-14th belajar melalui proses imajinasi (IMAGINATION). 
Usia 14-21th belajar melalui proses pemberian nilai (JUDMENT) .

Agar tujuan pendidikan tercapai melalu proses pembelajaran yang berpihak kepada anak, maka semua yang telah diuraikan di atas tadi dilaksanakan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang mengikuti/selaras dengan ritme kehidupan (RHYTHM), kegiatan-kegiatan yang diulang-ulang selama rentang waktu tertentu sehingga menjadi sesuatu yang melekat (REPETITION), dan dilaksanakan dengan cara yang sangat menghormati/menghargai anak sebagai makhluk spiritual (REVERENCE).

Gambaran keseharian anak di Playgroup/TK Waldorf yang mencerminkan hal-hal yang diuraikan di atas tadi :Ritme harian disusun selaras dengan ritme kehidupan siang dan malam, ritme tubuh menghirup udara (BREATHING IN) dan menghembuskan udara (BREATHING OUT)

Anak datang dan disambut oleh guru. Guru menatap anak dengan hangat, tersenyum dan menyalami anak satu persatu (reverence). Pada saat menyalami anak, guru dapat merasakan mood anak melalui genggaman tangan dan ekspresi muka anak. Setelah anak menyimpan perlengkapannya, anak bermain bebas (FREE PLAY) di luar atau di dalam ruangan. Free play adalah bermain bebas tanpa arahan atau instruksi dari guru. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan WILLING. Sementara anak bermain bebas, guru tidak “ikut campur,” guru mengerjakan pekerjaan lain yang “bermakna,” misal menyirami tanaman,menyapu, merapikan sesuatu, dll. Ingat, anak akan meniru. Dan tentunya kita mengharapkan anak meniru hal-hal baik. Free play merupakan kegiatan BREATHING OUT, menyalurkan energi anak. Free play ini sangat penting untuk menstimulasi SENSE OF TOUCH, SENSE OF LIFE, SENSE OF MOVEMENT, SENSE OF BALANCE. Tanpa kita sadari, anak belajar banyak ketika melakukan free play.

Setelah itu biasanya, kita melakukan circle time. Anak berkumpul dalam lingkaran untuk melakukan gerakan olah tubuh ataupun finger play yang disertai dengan nyanyian ataupun kata berima atau bahkan disertai dengan bercerita sambil melakukan beberapa gerakan yang sesuai dengan jalan ceritanya. Circle time merupakan kegiatan BREATHING IN, dimana kegiatan ini membutuhkan fokus dan konsentrasi anak.

Demikian seterusnya semua kegiatan disusun berdasarkan ritme breathing in dan out atau sebaliknya secara berselang seling, sehingga anak tidak akan merasa kehabisan energi ataupun merasa bosan dan letih.

Kegiatan selanjutnya adalah snack time. Snack disiapkan oleh guru dan anak. Anak ikut memotong buah atau sayuran, membuat adonan roti, menyiapkan piring, dll. Di sekolah Waldorf, aktivitas “rumah tangga” adalah hal yang penting diperkenalkan kepada anak. Setelah anak selesai menikmati snack sehat, aktivitas selanjutnya adalah free play. Sekali lagi, free play menjadi bagian yang sangat penting. Mainan yang digunakan adalah mainan sederhana dari bahan-bahan natural, misal mainan kayu, boneka dengan bahan natural, ranting, kerang, potongan kayu, kain-kain dari bahan natural, dll. Open ended toys seperti ini akan dapat mengembangkan imajinasi anak, karena potongan kayu misalnya dapat menjadi sebuah perahu, jembatan, kursi, dan yang lainnya tergantung imajinasi. 
Kali ini, guru biasanya mengerjakan hal baik berupa kegiatan seni dan kerajinan. Misal melukis (di TK Waldorf, melukis dengan teknik wet on wet dan bukan menggambar bentuk), merajut dengan jari, atau beeswax modelling (seperti membuat bentuk dengan playdough). Biasanya anak akan menghampiri guru dan kemudian mereka ingin melakukannya. Sekali lagi, ini akan membangun WILL anak. Melakukan sesuatu dari dalam diri mereka sendiri, tanpa disuruh.

Sebelum pulang, anak mendengarkan cerita (storytelling bukan storyreading). Cara bercerita di Waldorf berbeda dengan yang biasanya kita lihat. Tujuan bercerita di sekolah Waldorf adalah terutama untuk mengembangkan IMAJINASI dan menumbuhkan kecintaan terhadap bahasa, sehingga nantinya anak akan merasakan keindahan bahasa dalam sebuah cerita yang akan menjadikan mereka sebagai anak yang cinta membaca. Tujuan bercerita di sekolah Waldorf bukan untuk entertaining, sehingga cerita disampaikan dengan suara dan intonasi yang tenang dan ekspresi wajah guru adalah ekspresi yang natural. Bercerita biasanya juga dilakukan dengan menggunakan boneka ataupun properti sederhana lainnya seperti batu-batuan, ranting, daun, dll. Boneka yang digunakan juga sederhana, tanpa mata, hidung, telinga, mulut. Ini dilakukan agar anak bisa berimajinasi sendiri. Boneka bisa menggambarkan karakter yang sedang senang ataupun sedih sesuai dengan jalan ceritanya.

Perpindahan dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya dilakukan secara “lembut,” biasanya menggunakan nyanyian yang mengajak anak dan juga melalui contoh tindakan, bukan dengan seruan atau perintah. Misal ketika selesai bermain, guru membereskan mainan sambil bernyanyi dan biasanya anak-anak sudah tahu bahwa itu tandanya waktu bermain sudah selesai. Karena hal yang seperti ini dilakukan berulang-ulang setiap harinya REPETITION, maka tanpa disuruh, anak akan mengikuti guru membereskan mainan. Anakpun akan menangkap kesan bahwa aktivitas membereskan mainan adalah sesuatu hal yang menyenangkan karena guru melakukannya dengan bernyanyi, ekspresi wajah yang menyenangkan dan membereskan mainan tidak dilakukan dengan terburu-buru.

Kira-kira demikian gambarannya....

Selasa, 13 Oktober 2015

All participants

Thank you for Steven Spitalny and all participants!


We look forward to see you at our study group 
Saturday Oct 17, 2015
10 -12.30
at Jagad Alit - Waldorf (Jl. Babakan Jeruk IIIB no.18 Bandung)

There will be discussion on middle and upper senses and also art work with clay
Confirmation : jagadalit.waldorfschool@gmail.com

Jumat, 21 Agustus 2015

Finger knitting

Salah satu kegiatan yang dilakukan di Jagad Alit - Waldorf
Merajut dengan jari

Motorik halus
Koordinasi mata dan tangan
Fokus dan konsentrasi
Melatih kesabaran
Menghargai proses


Sabtu, 15 Agustus 2015

Green grass, papaya trees, banana trees and others are waiting for children to play
Jagad Alit-Waldorf Playgroup and Kindergarten


Selasa, 26 Mei 2015

Wet on Wet Watercolour Painting

Working with wet watercolour paper, 
3 primary colours, and natural bristle brushes, 
the child spontaneously paints his own ideas.

Transparant and soft colour painting 
on the wet paper
let the child in their 
beautiful dreamy world 
to enhance their imagination


Kamis, 16 Oktober 2014

JAGAD ALIT - WALDORF SCHOOL

Jagad Alit – Waldorf School akan menjadi sebuah preschool yang mengadaptasi  konsep pendidikan Waldorf School dengan nilai-nilai budaya Indonesia dan budaya lokal daerah setempat.  Dasar dari konsep pendidikan Waldorf adalah pendidikan yang diberikan secara utuh dan menyeluruh terhadap tiga aspek/bagian dari manusia (three folds of human being), yaitu  kemauan/tindakan (willing), perasaan (feeling),  dan pemikiran (thinking), melalui tangan (hands), hati (heart), dan kepala (head). Pendidikan diberikan sesuai dengan tahapan perkembangan dari duabelas indera manusia, yaitu :

Tahapan 0 – 7th fokus pada Lower senses :  touch, life, movement, balance
Tahapan 7 – 14 th fokus pada Middle senses : sight, taste, smell, warmth
Tahapan 14 – 21th fokus pada Upper senses : hearing, word, thought, ego

Jagad Alit – Waldorf School memiliki filosofi bahwa ilmu pengetahuan, spiritual, dan seni adalah satu bagian yang terintegrasi karena seyogyanya ketiga hal tersebut tidak terbagi-bagi ke areanya masing-masing seperti yang terjadi saat ini.  Ilmu pengetahuan akan menjadi kreatif secara moral, seni menjadi sesuatu yang bersifat universal dan pengalaman spiritual menjadi sesuatu yang nyata dan aktual.



Konsep pendidikan yang kami bangun mencoba memfokuskan diri pada keunikan masing-masing anak, dimana keunikan ini akan saling mempengaruhi dan membantu satu sama lain secara positif. Selain itu seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi dewasa ini,  dimana esensi dan pemaknaan budaya dan kearifan lokal mulai terkikis, maka Jagad Alit –Waldorf School juga memperkenalkan esensi budaya lokal kepada anak agar tercipta kecintaan terhadap budayanya sendiri.  

Saat ini Jagad Alit sedang dalam tahap persiapan dan berencana akan memulai aktivitas preschool pada tahun ajaran baru 2015, bertempat di daerah Bandung Utara. Berbagai persiapan penyusunan materi, sarana, dan fasilitas penunjang sedang dilakukan. Selain itu, guna mensosialisasikan konsep pendidikan Waldorf, Jagad Alit aktif mengadakan dan menjadi nara sumber berbagai kegiatan parenting, seminar, dan workshop. 

Jagad Alit membuka pintu lebar-lebar bagi para orang tua yang menyadari bahwa pendidikan anak usia preschool bukanlah hanya berfokus pada aspek intelegensia semata. Jagad Alit dengan senang hati akan meluangkan waktu untuk berdiskusi secara langsung maupun melalui email jagadalit.waldorfschool@gmail.com

Marilah kita berikan kesempatan seluas mungkin bagi anak-anak kita untuk dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kesiapan mereka secara alami. Marilah kita bangun sebuah lingkungan yang benar-benar berpihak kepada anak.

Salam hangat

Jagad Alit  - Waldorf School