Kamis, 02 April 2020

Permainan Nalar, Rasa, dan Karsa

ditulis oleh : Bu Kenny

Suatu perubahan, sesuatu yang baru, seringkali membuat kita berpikir ulang apakah perubahan ini baik adanya? Terkadang muncul rasa tak nyaman. Tak jarang kemudian terasa berat menjalankannya. Nalar, rasa, dan karsa sedang bermain. Bagaikan anak-anak yang sedang bermain di sebuah taman. Taman jiwa. Jika taman  itu aman dan indah, terawat penuh cinta, maka permainan akan bergulir dengan segala dinamika yang menyehatkan bagi anak-anak yang bermain di sana. Jika taman jiwa itu aman dan indah, terawat penuh cinta, maka permainan akan bergulir dengan segala dinamika yang menyehatkan bagi ketiga penghuni taman jiwa, yaitu sang nalar, rasa dan karsa. 




Senin tanggal 30 Maret 2020, kami para guru menjalankan ritme baru yang telah kami sepakati. Tentu saja nalar dan rasa saling tarik ulur ketika seolah-olah kami harus memindahkan kegiatan sekolah ke rumah. Bagaimana kami tetap bisa mendampingi anak-anak? Bagaimana kami tetap bisa menyapa, berbagi cerita dan tertawa bersama orang tua? Bagaimana kami tetap bisa berkarya sebagai guru tanpa memberatkan satu sama lain? 

Saat itu yang paling mendominasi nalar saya adalah saat ini anak-anak ada di tangan dan lingkungan yang sebaik-baiknya bisa mereka dapatkan yaitu orang tua dan rumah. Namun di saat seperti ini adalah tantangan tersendiri untuk bisa menjaga yang sebaik-baiknya itu tetap terpelihara. Rasa khawatir akan situasi sekarang, terkadang clueless, bingung apa yang harus dilakukan bersama anak sepanjang hari, mobilitas terbatas yang bisa menimbulkan kejenuhan, mungkin itulah yang dirasakan sebagian orang tua. Saya merasakan keterhubungan yang begitu besar dengan para orang tua dan anak-anak. Saat itu yang paling mendominasi ranah perasaan saya adalah bagaimana mengirimkan cinta kepada mereka. 

Ada beberapa prinsip yang tetap saya pegang di saat seperti ini. Saya tidak ingin bertemu anak-anak di layar kaca melalui segala macam teknologi yang tersedia. Kenapa? Ya karena intuisi saya berkata seperti itu. Dan kemudian setelahnya barulah saya menemukan sebuah artikel yang mengukuhkan intuisi saya :

"Kindergarten teachers should regularly advise the parents and make suggestions as to what they can do with their little ones. Kindergarten children should not see the kindergarten teacher speaking in front of the screen."

Dalam sebuah email saya dengan penulis artikel, beliau mengatakan :

"....because they cannot understand the level of reality. And therefor it is confusing, for us simple,
we know it is just an image, little ones cannot distinguish that.
For children in school is that different, they can understand the instructions of their teacher, if we explain that it is just a image what they see on the screen."

Prinsip lain yang tetap saya pegang adalah self directed unstructured free play. Maka saya berpikir bahwa saya ga akan memberikan tugas-tugas pada anak maupun orang tua. Apalagi kemudian orang tua diminta untuk meng-upload proses dan hasil tugas itu di media sosial sebagai "laporan" kepada pihak sekolah. Kalaupun sekarang saya melihat beberapa orang tua melakukannya, saya yakin bahwa kegiatan yang dilakukan tersebut (anak membantu memasak, membantu mencuci, membantu merapikan rumah, melakukan circle time, mendongeng, bermain, dll) adalah bagian dari ritme keseharian di rumah. Sesuatu hal yang natural yang berasal dari kehendak (will) anak melalui proses imitasi. Saya melihatnya sebagai usaha orang tua untuk menebarkan kebaikan melalui media sosial. Dan saya diliputi harapan besar bahwa ketika orang tua mendokumentasikannya baik melalui foto ataupun video, hal itu dilakukan tanpa membangunkan "kesadaran" anak. Saya punya pandangan tersendiri mengenai anak-anak yang secara sadar didokumentasikan ketika sedang melakukan sesuatu, apalagi kemudian jika anak melihat  hasil dokumentasi itu diupload melalui media sosial. 


Gambaran ritme harian di rumah


Hal lain yang saya pegang adalah sebisa mungkin berusaha untuk tidak memberatkan orang tua ataupun rekan guru yang lain. Saya ingin apa yang kita lakukan bersama adalah juga untuk menutrisi jiwa kita. Memperkaya akal, menenteramkan perasaan, dan memperkokoh kehendak untuk berbuat kebaikan. Malah terdengar berat ya? Hehe... Ikhlas adalah koentji!

Dari permainan nalar, rasa, dan kasa dalam situasi sekarang ini akhirnya kami para guru bersepakat akan ritme yang baru. Ritme Covid-19...haha.... Bukan.... Berilah ia nama Ritme bingkisan cinta.

SENIN : Guru melalui zoom membahas artikel atau buku atau sumber lain. Artikel/buku yg dibahas bisa apa aja yg bermanfaat lalu dibahas keterkaitannya dg waldorf. Setelah itu kita mengundang orang tua untuk bergabung melalui zoom. Ngobrol santai dilanjut berbagi dan berdiskusi ttg artikel yang telah dibahas sebelumnya oleh guru. 

SELASA : Sharing art work or other meaningful activities. Setiap guru membuat art work/gardening/ meaningful activities lainnya (tidak harus sampai selesai, berproses saja terus). Art work difoto, diberi caption (misal hasil drawing/painting/gardening/masak/dll dg caption : namanya telang. Kegemarannya memanjat pohon mangga. Tak jemu ia memandang awan dan merasakan hangatnya mentari. Suatu hari ia bermain air. Dengan hati riang ia memberi keindahan warnanya pada sang air. Peluk hangat dr Bu Kenny). Foto dan captionnya  akan diemail ke org tua dan minta org tua utk diprint, kasih liat ke anaknya, dan dibacakan captionnya. 

RABU : Seperti juga ritme sekolah yang seperti biasa, maka Rabu adalah hari libur

KAMIS : Guru melalui zoom membahas mengenai Jagad Alit. Evaluasi dan langkah-langkah yang perlu dilakukan. Selain itu guru membuat surat yang ditujukan kepada semua anak. Isi surat bisa pendek saja, menanyakan kabar orang tua dan anak-anak dan menceritakan bagaimana kabar guru. Surat difoto, lalu diemail ke org tua, minta org tua untuk diprint lalu dilipat dan kalau mau dimasukan ke dalam amplop. Org tua "mengirim"  surat itu ke anaknya (bisa pretend play pa pos) dan bacakan ke anaknya.

JUMAT : Guru membuat tulisan/artikel dari apa yg dilakukan hari Senin, Selasa, dan Kamis. Bisa dari sudut pandang thinking, dan atau feeling, dan atau willing. Tulisan ini akan dipost di medsos dan web JA


Bagaimana ritme ini berjalan? Bagaimana rasanya? Saya akan menuliskannya minggu depan ya...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar